BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi sekarang ini kemajuan
teknologi dan informasi sangat berkembang dengan cepat. Namun, teknologi dan
informasi yang berkembang tidak selamanya memberikan dampak yang baik,
melainkan semain merosotnya keimanan seseorang. Faktanya yang sering kita
jumpai adalah banyaknya penyelewengan moral.
Moral erat kaitannya dengan hati. Jika hati
seseorang baik maka baik pulalah seluruh tingkah lakunya. Penyakit hati ini
lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk daripada
penyakit tubuh ditinjau dari berbagai segi dan arah. Yang paling merugikan mudarat
atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaannya di dunia dan akherat.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pembahasan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana
pandangan Psikologi Islam tentang penyakit hati?
2.
Apa saja penyakit hati yang terjadi di
dalam diri seseorang?
3.
Apa factor penyebab
penyakit?
4.
Bagaimana cara menghindari penyakit hati?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pandangan Psikologi Islam
tentang
Penyakit Hati
Penyakit
adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan
ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya.[1] Sedangkan
Qalb (Hati) adalah sebuah latifah (sesuatu yang amat halus, lembut, tidak kasat
mata tidak berupa dan tidak dapat diraba yang bersifat ruhani. Latifah tersebut
sesungguhnya adalah jati diri manusia atau hakikatnya. Jadi yang dinamakan
Penyakit Hati adalah sifat buruk yang telah tumbuh dan menguasai hati sehingga
menyebabkan seseorang memiliki sifat yang tercela. Penyakit ini disebabkan karena
terlalu mencintai dunia sebagai tujuan hidupnya dan menjadi perhatian terbesar
bagi hidupnya, selain itu lupa akan Allah.
Penyakit
hati digambarkan dalam sebuah buku "Al-Islam Minhaj ath-Thaghyir"
(oleh: Fathi Yakan), merupakan suatu kebodohan dan keragu-raguan terhadap
kebenaran ajaran Islam, pengingkaran kemaksiatan atau penolakan terhadap
ketentuan Allah SWT dan belenggu (al-aghlaal) yang memasung kemerdekaan hakiki.
Akibat
lanjut dari penyakit hati ini adalah penyakit sosial yang berbahaya yang merusak
tatanan hidup bermasyarakat baik saat ini maupun dimasa yang akan datang.
Diantaranya terjadi jurang pemisahan atau
sekulerisasi antara kehidupan agama, suku maupun ras.
B.
Penyakit Hati yang Terjadi di dalam Diri Seseorang
Menurut
al-Ghazali ada 3 jenis penyakit hati, yakni
sombong, riya dan dengki.
a.
Sombong
Dalam kamus bahasa Arab al-Munjid, sombong
berasal dari kata bahasa Arab Takabbara, masdarnya adalah Takabbur
yang artinya adalah sombong. Kata ini pun berkembang menjadi al-Kibriyaa’,
al-kibr yang berarti kesombongan, dan memiliki kesamaan arti dengan Istakbara
yang masdarnya adalah Istikbar. Namun makna lebih jauhnya lagi, kata al-Kibr
berarti sifat sombong itu sendiri, Takabbur berarti tindakan yang sombong,
sedangkan Istikbar adalah tindakan sombong yang sudah meminta keterlibatan
orang lain untuk ikut bersikap sombong.
Allah Swt berfirman dalam Q. S. Al-A’raf [7]:146,
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ
الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ
الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الْغَيِّ
يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا
عَنْهَا غَافِلِينَ (146)
Artinya: “Aku akan
memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan
yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap
ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang
membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka
melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah
karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.”
Menurut Al-Ghazali, kesombongan adalah suatu
sifat di dalam jiwa yang tumbuh dari penglihatan nafsu. Sifat ini bermula dari
virus hati yang menganggap dirinya paling mulia dan terhormat. Sedangkan orang
lain dalam pandangannya adalah hina dan tercela. Maka sikap sombongnya ini
hampir sama seperti sikap iblis yang tak mau sujud pada Adam ketika Allah
memerintahkan mereka, dan mengatakan:
قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
(76)
Artinya: “Iblis berkata:
"Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api,
sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”.
(Q.S. Shad: 76).[2]
Hakikat sombong, menurut al-Ghazali, adalah
apabila seseorang memandang dirinya lebih unggul daripada orang lain dalam segi
kesempurnaan sifat. Dan sesungguhnya sifat ini menyebabkan kehinaan dan
kegoyahan akidah.
·
Akibat
Kesombongan
adalah dosa yang begitu besar, hingga jika seseorang yang dalam hatinya
tersimpan kesombongan seberat biji sawi pun, maka ia tidak akan masuk surga,
karena dalam sikap sombong terdapat tiga kotoran yang besar.[3]
Pertama, ia menyamai Allah dalam kekhususan sifat-Nya. Kedua, sikap sombong
menyebabkan penolakan kebenaran dan menghinakan mahluk-mahluk lain. Ketiga,
sikap sombong merubah dirinya dengan seluruh mahluk, sebab sikap sombong tidak
memungkinkan seseorang mencintai yang lain sebagaimana mencintai dirinya
sendiri.[4]
b.
Riya
Kata Riya merupakan derivasi dari kata Ra’a yang
artinya melihat, lalu araa yang artinya memperlihatkan dan ru’yah (melihat).
Inti konsep riya adalah mencari muka, atau kedudukan di hati manusia, dengan
mempertunjukkan hal-hal yang baik.[5]
Agar tidak disalahfahami, persoalan riya tidak
terletak pada persoalan mendapatkan kedudukan itu sendiri, atau melakukan
perbuatan baik itu sendiri, melainkan terletak pada adanya motif halus
terselubung untuk mencari kedudukan dalam melakukan suatu perbuatan.
·
Akibat
Seorang
yang tertambat riya dalam dirinya biasanya adalah mereka yang mengupayakan
kebaikan, menahan syahwatnya dari perbuatan-perbuatan buruk, bertutur baik,
beribadah dengan rajin, berupaya melakukan 1001 kebaikan, namun dia tidak
menyadari tumbuhnya suatu kebanggan “halus” akan upayanya dalam hal-hal
tersebut. Kebanggaan diri yang halus inilah yang tanpa disadarinya telah menyimpangkan
motif utamanya bertindak baik dari ketulusan, murni pengabdian, menjadi “gila”
mengekspresikan kebajikan.[6]
c.
Dengki
Dengki atau disebut juga hasad berasal dari kata
bahasa Arab Hasada, bentuk fa’ilnya adalah Hasid. Hasad adalah membenci
kenikmatan Allah kepada saudaranya, dan ia menginginkan kenikmatan itu hilang
darinya. Atau sikap senang atas hilangnya nikmat orang lain, atas rasa gembira,
atas musibah yang menimpa mereka. Akan tetapi, jika ia tidak membenci hal itu
bagi saudaranya, maka ia tidak menginginkan kehilangannya, tetapi
menginginkannya untuk dirinya sebagaimana yang ada pada saudaranya.
· Akibat
Dengki
adalah penyakit hati yang keras. Ia merupakan penyakit yang berbahaya karena
dapat membatalkan seluruh (pahala) kebaikan dan mengantarkan kita kepada murka
Allah. Dengki dapat mengakibatkan seseorang selalu dirudung rasa sedih, dan itu
tergantug pada orang yang didengki. Jika orang yang didengki itu semakin
sempurna dan tercapai segala nikmatnya, maka semakin sedihlah si pendengki itu.
Penyakit
hati lainnya diantaranya:
§
Al-Isyraaku billah: menyekutukan Allah
atau meyakini adanya tuhan-tuhan lain. Dapat pula dikatakan musyrik, apabila
seseorang merasa terbelenggu dengan sesuatu, terjerat dengan dorongan hawa
nafsu, atau tercurah hidupnya terhadap sesuatu, sehingga lupa kepada Allah atau
meninggalkan ibadah kepada Allah.
§
Al-Kufru ilallah: menolak perintah dan
larangan Allah. Orang seperti ini adalah orang yang sangat arogan dan sombong.
§
Annifaaq: sikap ragu dalam beriman kepada
Allah, atau karakteristik seseorang yang suka berbohong atau berdusta apabila
berbicara, suka inkar jika berjanji dan berkhianat bila diberi amanat, yang
biasa disebut dengan istilah munafiq.
§
Al-ifsaad: sikap dan perilaku destruktif,
trouble maker, menggannggu kenyamanan hidup orang lain.
§
Bakhil: kikir, tidak mau menafkahkan harta kekayaannya di
jalan Allah (tidak mau mengeluarkan zakat, infaq, atau shadaqah).
§
Hubbud dunya: sangat mencintai dunia dan
melupakan akhirat (hamba dunia).
§
Su’udzan: berburuk sangka kepada orang lain.
C.
Faktor Penyebab Penyakit
Hati di dalam Diri Seseorang
a.
Faktor Penyebab
sombong
Al-Ghazali
mengklasifikasikan bahwa sumber-sumber kesombongan itu ada 4 macam[7],
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Mengerti, dalam arti banyak orang-orang
yang alim yang mengerti banyak hal, akan tetapi ia tak luput dari kesombongan.
2.
Sombong karena faktor keturunan.
3.
Sombong yang disebabkan oleh harta dan
pengikut.
b.
Faktor-faktor Penyebab riya
1.
Cinta Kemegahan: motif selebritas, gila
hormat, hasrat untuk diagungkan.
Kemegahan
menurut al-Gazali bermakna: ‘terbangunnya sebuah kedudukan diri di hati
manusia.’ Singkatnya, mendapatkan pengakuan, atau dimilikinya keyakinan pada
hati manusia bahwa seseorang memiliki karakteristik kesempurnaan dalam
kapasitas tertentu yang dapat mempengaruhi orang lain untuk mengakui kedudukan
orang tersebut di hati mereka dan efeknya, ia menjadi objek decak kagum dan
pujian.
Kemegahan ini
dapat muncul dari beragam perspektif,
dari sisi keilmuannya, ibadahnya, perilakunya, kesempurnaan fisiknya, dan
apapun yang dipandang orang sebagai kesempurnaan sehingga memunculkan decak
kagum.
2.
Phobia Cela: Psikologi Takut Dihina.
Sesungguhnya
sebagian besar manusia itu binasa disebabkan oleh ketakutan mereka akan dihina
atau dicela dan suka dipuji oleh orang. Maka gerak-gerik dan tindakan mereka
terhenti. Selaras dengan pendapat-pendapat orang terhadap mereka. Karena mereka
takut dihina dan dicaci. Dan yang demikian itulah yang termasuk kepada
membinasakan diri.
c. Faktor-Faktor Penyebab
dengki
Al-Ghazali berpandangan bahwa hasad memiliki
banyak sebab, yaitu permusuhan, ingin disanjung, kebencian, kesombongan, ‘ujub,
ketakutan hilangnya maksud-maksud yang diinginkan, cinta kekuasaan dan kotornya
jiwa dan kebakhilan.
D. Cara Menghindari Penyakit Hati
a. Cara Menghindari
Sombong
Cara untuk menghindari sikap sombong adalah
dengan mengenali diri kita sendiri. Bahwa kita manusia sebenarnya hanya berasal
dari mani yang bau dan pada akhirnya akan mati menjadi bangkai yang
menjijikkan.
Alangkah baiknya jika manusia mengetahui bahwa
dirinya diciptakan dari sari pati tanah dan bukanlah apa-apa. Maka dari itu
sebenarnya manusia tidak bisa menyombongkan apapun, Karena ia hanyalah seorang
hamba yang hina dan tidak memiliki kuasa sedikitpun.
Oleh karena itu al-Ghazali menjelaskan obat
kesombongan atas faktor-faktor atau sumber-sumber dari sifat sombong tadi, Bahwa
sesungguhnya ilmu yang hakiki adalah sesuatu yang mampu membawa seseorang untuk
mengenal Tuhannya dan mengenal dirinya sendiri, takut akan akhir hidupnya kelak
dan hujjah Allah yang ditimpakan kepadanya. Sedangkan ‘Abid (ahli ibadah) yang
sejati akan bertawadhu’ ketika berilmu, karena merasa dirinya bodoh. Dan jika
ia berasal dari keturunan yang berpangkat ataupun dianggap terhormat, maka ia
senantiasa akan merenungkan asal-usul keturunannya. Dan jika mereka berbangga
terhadap harta mereka, seharusnya mereka menyadari bahwa kekayaannya itu adalah
sesuatu yang justru akan mengundang tangan-tangan jahil dan pencuri, dan bahwa
kemolekan dan kerupawanan paras akan hilang begitu saja jika diri ditimpa
sakit.
Di atas semua itu, al-Ghazali mengungkapkan
bahwa hal-hal yang terbaik adalah yang pertengahan. Maka kerendahan yang
terpuji adalah merendah kepada yang sebaya tanpa kehinaan.[8]
b.
Cara Menghindari Riya
Al-Ghazali menyatakan bahwa secara praktis,
langkah-langkah untuk menghindari maupun mengobati ria ini adalah dengan
membiasakan diri dengan menyembunyikan ibadah dan mencegahnya dari terlihat
atau ditonton orang lain. Sehingga puas hatinya dengan hanya dilihat dan ketahui
Allah saja amalan ibadahnya sampai akhirnya nafsunya tidak berebutan untuk
mencari pujian atau diketahui oleh selain dari Allah swt.
c.
Cara Menghindari dengki
Untuk terhindar dari hasad, perlu bagi kita
untuk mengetahui bahwa kedengkian akan berbahaya bagi dirinya, tetapi tidak
bagi pihak yang didengki (mahsud), bahkan sebaliknya bermanfaat bagi yang
didengki. Sebab kebaikan si pendengki dilemparkan kepada orang yang didengkinya.
Karena Rasulullah Saw. Pernah bersabda, “Sikap hasud akan memakan kebaikan
sebagaimana api memakan kayu bakar.” Adapun solusi yang bersifat praktis adalah
dengan mengenali hukum-hukum dengki beserta kata-kata dan perilaku yang
menjurus pada perbuatan tersebut. Jadi, agar terhindar dari sifat dengki, maka
hal pertama yang harus dilakukan adalah jangan menampakkan rasa hasud baik
dengan lidah, gerakan fisik dan upaya-upaya sadar kita, akan tetapi lakukanlah
sebaliknya. Kedua, jangan biarkan diri kita merasa senang atas hilangnya nikmat
Allah dari hamba-Nya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1)
Penyakit hati merupakan suatu kebodohan
dan keragu-raguan terhadap kebenaran ajaran Islam, pengingkaran kemaksiatan
atau penolakan terhadap ketentuan Allah SWT dan belenggu (al-aghlaal) yang
memasung kemerdekaan hakiki. Sedangkan kepribadian
yaitu suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu
struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat
berubah. moral adalah kebiasaan atau aturan yang harus dipatuhi
seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.
2)
Adapun penyakit hati yang terjadi di Masyarakat menurut Al-
Ghozali
ada 3 macam yaitu: sombong, riya, dengki.
3)
Langkah-langah menghindari sikap sombong,
riya, dan dengki. Agar diri kita selalu terhindar dari
hal-hal yang tercela.
B.
Penutup
Demikian makalah ini
kami susun semoga bisa bermanfaat dan menambah keilmuan kita
semua. Kekurangan makalah ini pastilah terjadi sehingga kritik dan saran yang
mendukung sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Ihya
al-Ghazali Jilid 5. 1981. Semarang: C.V. Faizan
Al-Ghazali, Sucikan
Hati Raih Hidayah. 2005. Jakarta: Kalam Mulia
Al-Ghazali,
Mutiara
Ihya Ulumuddin. 2003. Bandung: Mizan
Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam. 1997. Jakarta: PT Ickhtiar Baru
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar