Senin, 02 Juli 2018

PSIKOPATOLOGI : PENYAKIT HATI (Mata Kuliah: Psikologi Islam)


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi sekarang ini kemajuan teknologi dan informasi sangat berkembang dengan cepat. Namun, teknologi dan informasi yang berkembang tidak selamanya memberikan dampak yang baik, melainkan semain merosotnya keimanan seseorang. Faktanya yang sering kita jumpai adalah banyaknya penyelewengan moral.
Moral erat kaitannya dengan hati. Jika hati seseorang baik maka baik pulalah seluruh tingkah lakunya. Penyakit hati ini lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk daripada penyakit tubuh ditinjau dari berbagai segi dan arah. Yang paling merugikan mudarat atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaannya di dunia dan akherat.

B.     Rumusan Masalah
Adapun permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana pandangan Psikologi Islam tentang penyakit hati?
2.      Apa saja penyakit hati yang terjadi di dalam diri seseorang?
3.      Apa factor penyebab penyakit?
4.      Bagaimana cara menghindari penyakit hati?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pandangan Psikologi Islam tentang Penyakit Hati
Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang dipengaruhinya.[1] Sedangkan Qalb (Hati) adalah sebuah latifah (sesuatu yang amat halus, lembut, tidak kasat mata tidak berupa dan tidak dapat diraba yang bersifat ruhani. Latifah tersebut sesungguhnya adalah jati diri manusia atau hakikatnya. Jadi yang dinamakan Penyakit Hati adalah sifat buruk yang telah tumbuh dan menguasai hati sehingga menyebabkan seseorang memiliki sifat yang tercela. Penyakit ini disebabkan karena terlalu mencintai dunia sebagai tujuan hidupnya dan menjadi perhatian terbesar bagi hidupnya, selain itu lupa akan Allah.
Penyakit hati digambarkan dalam sebuah buku "Al-Islam Minhaj ath-Thaghyir" (oleh: Fathi Yakan), merupakan suatu kebodohan dan keragu-raguan terhadap kebenaran ajaran Islam, pengingkaran kemaksiatan atau penolakan terhadap ketentuan Allah SWT dan belenggu (al-aghlaal) yang memasung kemerdekaan hakiki.
Akibat lanjut dari penyakit hati ini adalah penyakit sosial yang berbahaya yang merusak tatanan hidup bermasyarakat baik saat ini maupun dimasa yang akan datang. Diantaranya terjadi jurang pemisahan atau sekulerisasi antara kehidupan agama, suku maupun ras.

B.     Penyakit Hati yang Terjadi di dalam Diri Seseorang
Menurut al-Ghazali ada 3 jenis penyakit hati, yakni  sombong, riya dan dengki.
a.      Sombong
Dalam kamus bahasa Arab al-Munjid, sombong berasal dari kata bahasa Arab Takabbara, masdarnya adalah Takabbur yang artinya adalah sombong. Kata ini pun berkembang menjadi al-Kibriyaa’, al-kibr yang berarti kesombongan, dan memiliki kesamaan arti dengan Istakbara yang masdarnya adalah Istikbar. Namun makna lebih jauhnya lagi, kata al-Kibr berarti sifat sombong itu sendiri, Takabbur berarti tindakan yang sombong, sedangkan Istikbar adalah tindakan sombong yang sudah meminta keterlibatan orang lain untuk ikut bersikap sombong.
Allah Swt berfirman dalam Q. S. Al-A’raf [7]:146,
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَإِنْ يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَا يُؤْمِنُوا بِهَا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الرُّشْدِ لَا يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا وَإِنْ يَرَوْا سَبِيلَ الْغَيِّ يَتَّخِذُوهُ سَبِيلًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَكَانُوا عَنْهَا غَافِلِينَ (146)
Artinya:Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai dari padanya.

Menurut Al-Ghazali, kesombongan adalah suatu sifat di dalam jiwa yang tumbuh dari penglihatan nafsu. Sifat ini bermula dari virus hati yang menganggap dirinya paling mulia dan terhormat. Sedangkan orang lain dalam pandangannya adalah hina dan tercela. Maka sikap sombongnya ini hampir sama seperti sikap iblis yang tak mau sujud pada Adam ketika Allah memerintahkan mereka, dan mengatakan:
قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ (76)
Artinya: Iblis berkata: "Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”.
(Q.S. Shad: 76).[2]
Hakikat sombong, menurut al-Ghazali, adalah apabila seseorang memandang dirinya lebih unggul daripada orang lain dalam segi kesempurnaan sifat. Dan sesungguhnya sifat ini menyebabkan kehinaan dan kegoyahan akidah.
·         Akibat
Kesombongan adalah dosa yang begitu besar, hingga jika seseorang yang dalam hatinya tersimpan kesombongan seberat biji sawi pun, maka ia tidak akan masuk surga, karena dalam sikap sombong terdapat tiga kotoran yang besar.[3] Pertama, ia menyamai Allah dalam kekhususan sifat-Nya. Kedua, sikap sombong menyebabkan penolakan kebenaran dan menghinakan mahluk-mahluk lain. Ketiga, sikap sombong merubah dirinya dengan seluruh mahluk, sebab sikap sombong tidak memungkinkan seseorang mencintai yang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri.[4]

b.      Riya
Kata Riya merupakan derivasi dari kata Ra’a yang artinya melihat, lalu araa yang artinya memperlihatkan dan ru’yah (melihat). Inti konsep riya adalah mencari muka, atau kedudukan di hati manusia, dengan mempertunjukkan hal-hal yang baik.[5]
Agar tidak disalahfahami, persoalan riya tidak terletak pada persoalan mendapatkan kedudukan itu sendiri, atau melakukan perbuatan baik itu sendiri, melainkan terletak pada adanya motif halus terselubung untuk mencari kedudukan dalam melakukan suatu perbuatan.
·         Akibat
Seorang yang tertambat riya dalam dirinya biasanya adalah mereka yang mengupayakan kebaikan, menahan syahwatnya dari perbuatan-perbuatan buruk, bertutur baik, beribadah dengan rajin, berupaya melakukan 1001 kebaikan, namun dia tidak menyadari tumbuhnya suatu kebanggan “halus” akan upayanya dalam hal-hal tersebut. Kebanggaan diri yang halus inilah yang tanpa disadarinya telah menyimpangkan motif utamanya bertindak baik dari ketulusan, murni pengabdian, menjadi “gila” mengekspresikan kebajikan.[6]

c.       Dengki
Dengki atau disebut juga hasad berasal dari kata bahasa Arab Hasada, bentuk fa’ilnya adalah Hasid. Hasad adalah membenci kenikmatan Allah kepada saudaranya, dan ia menginginkan kenikmatan itu hilang darinya. Atau sikap senang atas hilangnya nikmat orang lain, atas rasa gembira, atas musibah yang menimpa mereka. Akan tetapi, jika ia tidak membenci hal itu bagi saudaranya, maka ia tidak menginginkan kehilangannya, tetapi menginginkannya untuk dirinya sebagaimana yang ada pada saudaranya.
·      Akibat
Dengki adalah penyakit hati yang keras. Ia merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat membatalkan seluruh (pahala) kebaikan dan mengantarkan kita kepada murka Allah. Dengki dapat mengakibatkan seseorang selalu dirudung rasa sedih, dan itu tergantug pada orang yang didengki. Jika orang yang didengki itu semakin sempurna dan tercapai segala nikmatnya, maka semakin sedihlah si pendengki itu.

Penyakit hati lainnya diantaranya:
§         Al-Isyraaku billah: menyekutukan Allah atau meyakini adanya tuhan-tuhan lain. Dapat pula dikatakan musyrik, apabila seseorang merasa terbelenggu dengan sesuatu, terjerat dengan dorongan hawa nafsu, atau tercurah hidupnya terhadap sesuatu, sehingga lupa kepada Allah atau meninggalkan ibadah kepada Allah.
§         Al-Kufru ilallah: menolak perintah dan larangan Allah. Orang seperti ini adalah orang yang sangat arogan dan sombong.
§         Annifaaq: sikap ragu dalam beriman kepada Allah, atau karakteristik seseorang yang suka berbohong atau berdusta apabila berbicara, suka inkar jika berjanji dan berkhianat bila diberi amanat, yang biasa disebut dengan istilah munafiq.
§         Al-ifsaad: sikap dan perilaku destruktif, trouble maker, menggannggu kenyamanan hidup orang lain.
§         Bakhil: kikir, tidak mau menafkahkan harta kekayaannya di jalan Allah (tidak mau mengeluarkan zakat, infaq, atau shadaqah).
§         Hubbud dunya: sangat mencintai dunia dan melupakan akhirat (hamba dunia).
§         Su’udzan: berburuk sangka kepada orang lain.

C.    Faktor Penyebab Penyakit Hati di dalam Diri Seseorang
a.   Faktor Penyebab sombong
Al-Ghazali mengklasifikasikan bahwa sumber-sumber kesombongan itu ada 4 macam[7], diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Mengerti, dalam arti banyak orang-orang yang alim yang mengerti banyak hal, akan tetapi ia tak luput dari kesombongan.
2.      Sombong karena faktor keturunan.
3.      Sombong yang disebabkan oleh harta dan pengikut.
b.   Faktor-faktor Penyebab riya
1.      Cinta Kemegahan: motif selebritas, gila hormat, hasrat untuk diagungkan.
Kemegahan menurut al-Gazali bermakna: ‘terbangunnya sebuah kedudukan diri di hati manusia.’ Singkatnya, mendapatkan pengakuan, atau dimilikinya keyakinan pada hati manusia bahwa seseorang memiliki karakteristik kesempurnaan dalam kapasitas tertentu yang dapat mempengaruhi orang lain untuk mengakui kedudukan orang tersebut di hati mereka dan efeknya, ia menjadi objek decak kagum dan pujian. 
Kemegahan ini dapat muncul  dari beragam perspektif, dari sisi keilmuannya, ibadahnya, perilakunya, kesempurnaan fisiknya, dan apapun yang dipandang orang sebagai kesempurnaan sehingga memunculkan decak kagum.
2.      Phobia Cela: Psikologi Takut Dihina.
Sesungguhnya sebagian besar manusia itu binasa disebabkan oleh ketakutan mereka akan dihina atau dicela dan suka dipuji oleh orang. Maka gerak-gerik dan tindakan mereka terhenti. Selaras dengan pendapat-pendapat orang terhadap mereka. Karena mereka takut dihina dan dicaci. Dan yang demikian itulah yang termasuk kepada membinasakan diri.

c.   Faktor-Faktor Penyebab dengki
Al-Ghazali berpandangan bahwa hasad memiliki banyak sebab, yaitu permusuhan, ingin disanjung, kebencian, kesombongan, ‘ujub, ketakutan hilangnya maksud-maksud yang diinginkan, cinta kekuasaan dan kotornya jiwa dan kebakhilan.

D.  Cara Menghindari Penyakit Hati
a.   Cara Menghindari Sombong
Cara untuk menghindari sikap sombong adalah dengan mengenali diri kita sendiri. Bahwa kita manusia sebenarnya hanya berasal dari mani yang bau dan pada akhirnya akan mati menjadi bangkai yang menjijikkan.
Alangkah baiknya jika manusia mengetahui bahwa dirinya diciptakan dari sari pati tanah dan bukanlah apa-apa. Maka dari itu sebenarnya manusia tidak bisa menyombongkan apapun, Karena ia hanyalah seorang hamba yang hina dan tidak memiliki kuasa sedikitpun.
Oleh karena itu al-Ghazali menjelaskan obat kesombongan atas faktor-faktor atau sumber-sumber dari sifat sombong tadi, Bahwa sesungguhnya ilmu yang hakiki adalah sesuatu yang mampu membawa seseorang untuk mengenal Tuhannya dan mengenal dirinya sendiri, takut akan akhir hidupnya kelak dan hujjah Allah yang ditimpakan kepadanya. Sedangkan ‘Abid (ahli ibadah) yang sejati akan bertawadhu’ ketika berilmu, karena merasa dirinya bodoh. Dan jika ia berasal dari keturunan yang berpangkat ataupun dianggap terhormat, maka ia senantiasa akan merenungkan asal-usul keturunannya. Dan jika mereka berbangga terhadap harta mereka, seharusnya mereka menyadari bahwa kekayaannya itu adalah sesuatu yang justru akan mengundang tangan-tangan jahil dan pencuri, dan bahwa kemolekan dan kerupawanan paras akan hilang begitu saja jika diri ditimpa sakit.
Di atas semua itu, al-Ghazali mengungkapkan bahwa hal-hal yang terbaik adalah yang pertengahan. Maka kerendahan yang terpuji adalah merendah kepada yang sebaya tanpa kehinaan.[8]
b.      Cara Menghindari Riya
Al-Ghazali menyatakan bahwa secara praktis, langkah-langkah untuk menghindari maupun mengobati ria ini adalah dengan membiasakan diri dengan menyembunyikan ibadah dan mencegahnya dari terlihat atau ditonton orang lain. Sehingga puas hatinya dengan hanya dilihat dan ketahui Allah saja amalan ibadahnya sampai akhirnya nafsunya tidak berebutan untuk mencari pujian atau diketahui oleh selain dari Allah swt.
c.       Cara Menghindari dengki
Untuk terhindar dari hasad, perlu bagi kita untuk mengetahui bahwa kedengkian akan berbahaya bagi dirinya, tetapi tidak bagi pihak yang didengki (mahsud), bahkan sebaliknya bermanfaat bagi yang didengki. Sebab kebaikan si pendengki dilemparkan kepada orang yang didengkinya. Karena Rasulullah Saw. Pernah bersabda, “Sikap hasud akan memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” Adapun solusi yang bersifat praktis adalah dengan mengenali hukum-hukum dengki beserta kata-kata dan perilaku yang menjurus pada perbuatan tersebut. Jadi, agar terhindar dari sifat dengki, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah jangan menampakkan rasa hasud baik dengan lidah, gerakan fisik dan upaya-upaya sadar kita, akan tetapi lakukanlah sebaliknya. Kedua, jangan biarkan diri kita merasa senang atas hilangnya nikmat Allah dari hamba-Nya.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1)      Penyakit hati merupakan suatu kebodohan dan keragu-raguan terhadap kebenaran ajaran Islam, pengingkaran kemaksiatan atau penolakan terhadap ketentuan Allah SWT dan belenggu (al-aghlaal) yang memasung kemerdekaan hakiki. Sedangkan kepribadian yaitu suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang merupakan suatu struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan sesuatu yang dapat berubah. moral adalah kebiasaan atau aturan yang harus dipatuhi seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.
2)      Adapun penyakit hati yang terjadi di Masyarakat menurut Al- Ghozali ada 3 macam yaitu: sombong, riya, dengki.
3)      Langkah-langah menghindari sikap sombong, riya, dan dengki. Agar diri kita selalu terhindar dari hal-hal yang tercela.

B. Penutup
Demikian makalah ini kami susun semoga bisa bermanfaat dan menambah keilmuan kita semua. Kekurangan makalah ini pastilah terjadi sehingga kritik dan saran yang mendukung sangat kami harapkan.










DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Ihya al-Ghazali Jilid 5. 1981. Semarang: C.V. Faizan
Al-Ghazali, Sucikan Hati Raih Hidayah. 2005. Jakarta: Kalam Mulia
Al-Ghazali, Mutiara Ihya Ulumuddin. 2003. Bandung: Mizan
Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam. 1997. Jakarta: PT Ickhtiar Baru
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit.


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit                                    
[2]Al-Ghazali, Sucikan Hati Raih Hidayah, Kalam Mulia, Jakarta, 2005, hlm. 131
[3]Imam al-Gazali, op.cit,  hlm. 121                                                                                              
[4]Al-Ghazali,Mutiara Ihya Ulumuddin, Mizan, Bandung, 2003, hlm. 292
[5]Al-Ghazali, Ihya al-GhazaliJIlid 5, C.V. Faizan, Semarang, 1981, hlm. 317
[6]Al-Ghazali, Ihya al-Ghazali JIlid 5, C.V. Faizan. Semarang, 1981, hlm. 245
[7]Imam al-Gazali,  Arba’in Al-Gazali,  Pustaka Sufi, Yogyakarta, 2003,  hlm. 122
[8]Op.cit hlm. 293

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer :