Senin, 02 Juli 2018

MANUSIA DAN POTENSI PENDIDIKANNYA (Mata Kuliah : Hadits Tarbawi)


BAB  I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang pendidikan itu hampir dipastikan berbicara tentang manusia. Oleh karenanya pertanyaan tentang apa dan siapakah manusia itu hampir selalu mengedepankan ketika kita mengkaji persoalan pendidikan dan anehnya hingga sekarang ini jawaban terhadap pertanyaan tersebut belum mendapat jawaban yang final. Dengan demikian sebenarnya eksistensi manusia di jagad raya atau di bumi ini adalah merupakan eksistensi rahasia unik dan penuh misteri. Ada salah satu ilustrasi yang cukup mengakar dan terkenal yang menyatakan bahwa “Keledai tidak mau tersandung dua kali kepada batu yang sama, tetapi sebaliknya manusia tidak demikian halnya”.
Namun demikian tidak berarti bahwa manusia itu lebih bodoh dibanding dengan keledai, karena hewan itu hidup hanya tergantung pada naluri menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik yang mengitarinya. Hewan itu tidak mampu mengatur lingkungannya, tidak punya kemampuan untuk memahami wawasan kesejarahan, karena hewan tidak mampu belajar dari pengalaman hewan-hewan sebelumnya.
Sebaliknya, manusia itu hidup tidak hanya mengandalkan nalurinya saja, manusia itu hidup dengan menggunakan akal, perasaan dan kemauan. Dengan tiga model ini, maka manusia bisa mengatur di dalam kehidupannya, artinya manusia itu mampu untuk mengatur dan mengadakan perubahan terhadap dan bahkan mampu menciptakan kehidupan untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai obsesi serta harapannya.
Maka di dalam makalah ini akan dibahas eksistensi manusia di muka bumi dan potensi pendidikan yang dimiliki serta hal-hal yang berkaitan dengannya.

B.    Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas maka pemakalah mengambil beberapa rumusan masalah diantaranya adalah:
1.     Bagaimana hadits yang membahas mengenai manusia dan potensi pendidikan?
2.     Apa pengertian dari manusia dan potensi pendidikannya?
3.     Bagaimana manusia dalam mengembangkan potensi pendidikannya?

BAB  II
PEMBAHASAN

A.    Hadits tentang Manusia dan Potensi Pendidikannya
a.      Hadits
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ هَمَّامٍ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ، كَمَا تُنْتِجُونَ الْبَهِيمَةَ، هَلْ تَجِدُونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ حَتَّى تَكُونُوا أَنْتُمْ تَجْدَعُونَهَا ‏"‏‏.‏ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهْوَ صَغِيرٌ قَالَ ‏‏اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ‏. (رواه البخاري)

Artinya: Telah menceritakan kepadaku Ishaq, telah memberitakan kepada kami Abdurrazzaq, telah mengabarkan kepada kami ma’mar dari Hammam dari Abu Hurairah mengatakan, Rasulullah SAW bersabda: “Tak ada bayi yang dilahirkan selain dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani, sebagaimana kalian memperanakkan hewan, adakah kalian dapatkan diantaranya ada yang terpotong hidungnya hingga kalian yang memotongnya sendiri?” Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu perihal mereka yang mati saat masih kecil?” Nabi menjawab, “Allah lebih tahu yang mereka kerjakan.” (HR. Bukhari)

b.     Asbabul Wurud
Adapun yang melatarbelakangi munculnya hadits tersebut di atas adalah sebagaimana riwayat yang bersumber dari Aswad, katanya: “Aku datang kepada Rasulullah SAW dan ikut berperang bersama beliau. Kami meraih kemenangan dalam perang itu, namun pada hari itu pembunuhan berlangsung terus termasuk menimpah anak-anak. Kejadian ini dilaporkan kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu beliau bersabda: “Keterlaluan sampai hari ini mereka saling membunuh sehingga anak-anak banyak yang terbunuh”. Berkatalah seorang laki-laki, “Ya Rasulullah, mereka adalah anak-anak dari orang musyrik”. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya penopang kami adalah anak-anak orang musyrik.”[1]

c.      Penjelasan Hadits
Hadits tersebut menjelaskan tentang kodrat manusia yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kata fitrah berasal dari bahasa arab fathara yang berarti sifat bawaan setiap sesuatu dari awal penciptanya.[2] Dijelaskan juga pada hadits di atas bahwa ayah dan ibunyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Tergambarlah bahwa peran orang tua terhadap anaknya amatlah besar, sehingga mampu menahkodai fitrahnya anak tersebut.
Pada dasarnya semenjak lahir manusia sudah dianugerahi fitrah atau potensi untuk menjadi baik dan jahat. Anak yang baru lahir berada dalam keadaan suci tanpa noda dan dosa. Akan tetapi, apabila dikemudian hari anak tersebut tumbuh dewasa dengan sifat yang buruk, maka hal itu merupakan akibat dari pendidikan keluarga, lingkungan, dan kawan-kawan sepermainannya yang mendukung akan pembentukan terhadap sifat-sifat buruk tersebut.
Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab orang tua sebagai lingkungan sosial terdekat untuk mendidik dan membimbing putra-putrinya agar selalu tumbuh dengan potensi positif dan berkecenderungan melakukan hal-hal baik, bukan sebaliknya. Karena jika bimbingannya salah, maka kecenderungan dalam bersifat buruk bisa saja tumbuh seiring bertanbahnya dewasa dan pembentukan karakternya. Karena pada dasarnya setiap anak dibekali akan fitrah yang sama yaitu dua kecenderungan tersebut.[3]
Hadits di atas pada hakikatnya menjelaskan kepada kita bahwa sesungguhnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan membawa potensi masing-masing, dimana potensi tersebut bisa berupa potensi positif maupun potensi negatif, bergantung bagaimana manusia itu memanfaatkan potensinya itu, mau disalurkan kemana.
Potensi yang dimaksud di sini bisa berupa keberanian maksudnya bila anak itu keberaniannya lebih subur ketimbang rasa takutnya maka dia akan menjadi pemberani, demikian halnya sebaliknya bila yang lebih menonjol adalah rasa takutnya maka dia akan jadi penakut. Jadi, di sini anak bisa saja menjadi anak yang baik, jahat, pintar dan lain sebagainya bergantung bagaimana kita mengelolah potensi tersebut.
Terkait dengan pernyataan bahwa orang tuanyalah yang dapat menjadikan anaknya menjadi Yahudi, Nasrani maupun Majusi, itu karena memang orang tualah yang memiliki peranan yang sangat besar dalam proses perkembangan anak.
Namun demikian, terkadang pula kita temukan ada anak yang orang tuanya ustaz tapi justru anaknya malah jadi preman, sebaliknya tidak sedikit pula kita temukan dalam kehidupan masyarakat ayahnya seorang preman pemabuk tapi justru anaknya malah jadi ustaz. Apa arti semua itu? Inilah yang dimaksudkan bahwa anak bisa saja jadi orang yang baik ataupun jadi sebaliknya. Mungkin inilah yang disebutkan pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya tetapi kadang buah itu dibawa kelelawar sehingga ia jatuh jauh dari pohonnya.

B.    Pengertian Manusia dan Potensi Pendidikannya
Dalam dimensi pendidikan, keutamaan dan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk Allah lainnya terangkum dalam kata “fitrah”. Secara bahasa fitrah berasal  dari kata fathara yang berarti menjadikan. Kata tersebut berasal dari akar kata al-fathr yang berarti belahan atau pecahan.
Abdurrahman Shaleh Abdullah mengartikan kata fitrah sebagai bentuk potensi yang diberikan Allah padanya disaat peciptaan manusia dialam rahim. Potensi tersebut belum bersifat final, akan tetapi merupakan proses. Ia juga mengatakan bahwa anak yang lahir belum tentu muslim, meskipun ia berasal dari keluarga muslim. Akan tetapi Allah SWT telah membekalinya dengan potensi-potensi yang memungkinkannya menjadi seorang Muslim.[4]
Muhammad Bin Asyur sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab mendefinisikan fitrah manusia kepada pengertian “fitrah (makhluk) adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Sedangkan fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia yang berkaitan dengan kemampuan jasmani dan akalnya”. Dari pengertian tersebut dapat diartiakan bahwa fitrah merupakan potensi yang diberikan Allah kepada manusia sehingga manusia mampu melaksanakan amanat yang diberiakan Allah kepadanya yang meliputi potensi seluruh dimensi manusia.[5]
Dari sekian banyak pengertian tentang fitrah, maka dapat diambil kata kunci bahwa fitrah adalah potensi manusia.
Muhammad Bin Asyur sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab dalam mendefinisikan fitrah manusia ada beberapa potensi yang dimiliki oleh manusia diantaranya yaitu:
  1. Potensi jasadiah, yaitu contohnya potensi berjalan tegak dengan menggunakan kedua kaki.
  2. Potensi aqliyah, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk menarik sesuatu kesimpulan dari sejumlah premis.
  3. Potensi rohaniyah, yaitu contohnya kemampuan manusia untuk dapat merasakan senang, nikmat, sedih, bahagia, tenteram, dan sebagainya.[6]

Disini dapat ditarik kesimpulan bahwa potensi manusia yang dibawa sejak lahir terdiri dari:
  1. Potensi agama
  2. Potensi akal yang mencangkup spiritual
  3. Potensi fisik atau jasadiah
  4. Potensi rohaniah mencangkup hati nurani dan nafsu.

C.   Manusia dalam Mengembangkan Potensi Pendidikannya
Salah satu sifat kodrati fitrah manusia adalah selalu ingin menciptakan dunia dan tata kehidupan serta ingin mengatasi segala rintangan dan hambatan yang ada di hadapannya. Oleh karena itu, ia tidak hanya berada dalam dunianya sendiri akan tetapi selalu berkomunikasi dan berdialog dengan seluruh kehidupan. Selain fitrah di atas manusia juga memiliki fitrah keTuhanan yang dibuat antara manusia dengan penciptanya Yang Maha Agung dalam bentuk dialog, yang akan ditanyakan kembali setelah manusia melewati hidup dunia yaitu fitrah komitmen tauhid.
Menurut Imam Al Ghazali salah satu sifat kodrati dari manusia bahwa ia tidak pernah berhenti bertanya dalam hal mencari kebenaran. Manusia itu ingin selalu bertanya-tanya tentang rahasia alam semesta.[7]
Untuk mengembangkan potensi/kemampuan dasar, maka manusia membutuhkan adanya bantuan dari orang lain untuk membimbing, mendorong, dan mengarahkan agar berbagai potensi tersebut dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar dan secara optimal, sehingga kehidupannya kelak dapat berdaya guna dan berhasil guna. Dengan begitu mereka akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan, bahwa fitrah yang dibawa oleh setiap manusia semenjak ia lahir harus dikembangkan dengan pendidikan. Karena sifat manusia yang yang selalu membutuhkan orang lain untuk perubahan dan perbaikan dirinya. Dan juga perkembangan fitrah manusia itu akan dipengaruhi oleh lingkungan. Di dalam fitrah manusia terdapatnya suatu kebutuhan-kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu adanya bantuan dari orang lain tersebut. Sehingga kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi.


BAB  III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa manusia adalah salah satu makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT yang diberikan akal, dimana akal dapat menjadi salah satu modal yang terkandung di tubuh kita yang dapat mengembangkan potensi kita, salah satunya dengan mengetahui potensi pendidikannya. Adapun potensi pendidikannya adalah dimana bakat manusia untuk mengembangkan atau bakat dalam mendalami pendidikan.
Macam-macam potensi manusia antara lain:
·         Potensi agama
·         Potensi akal yang mencangkup spiritual
·         Potensi fisik atau jasadiah
·         Potensi rohaniah mencangkup hati nurani dan nafsu.
Untuk mengembangkan potensinya, maka manusia membutuhkan adanya bantuan dari orang lain untuk membimbing, mendorong, dan mengarahkan agar berbagai potensi tersebut dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar dan secara optimal.

B. Saran
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan penulis, demikianlah makalah ini kami buat. Oleh karena itu, sudah pasti makalah ini memerlukan kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman demi lebih baiknya makalah kami selanjutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Amin.




DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdurrahman Shaleh. 1991. Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Quran. Jakarta: Rineka Cipta.
Juwariyah. 2010. Hadits Tarbawi, Yogyakarta: Teras.
Rusn, Abidin Ibnu. 2008. Pemikiran Al Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
http://alkadri-pengajian.blogspot.co.id/2011/03/hadis-tentang-fitrah-manusia.html, diakses tanggal 15-03-2016.
http://nalar-langit.blogspot.co.id/2015/12/fitrah-manusia-dan-potensi-pendidikan.html, diakses tanggal 15-03-2016
https://sapanmaluluang.wordpress.com/2011/07/14/fitrah-dan-potensi-manusia-dalam-pendidikan-islam,  diakses tanggal 12 April 2016


[1]http://alkadri-pengajian.blogspot.co.id/2011/03/hadis-tentang-fitrah-manusia.html, diakses tanggal 15-03-2016.
[2]Juwariyah, Hadits Tarbawi, Teras, Yogyakarta, 2010, hlm. 2
[3]http://nalar-langit.blogspot.co.id/2015/12/fitrah-manusia-dan-potensi-pendidikan.html diakses tanggal 15-03-2016
[4]Abdurrahman Shaleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdasarkan al-Quran. Jakarta: Rineka Cipta,1991. hlm. 51
[5]https://sapanmaluluang.wordpress.com/2011/07/14/fitrah-dan-potensi-manusia-dalam-pendidikan-islam.  diakses tanggal 12 April 2016
[6]https://sapanmaluluang.wordpress.com/2011/07/14/fitrah-dan-potensi-manusia-dalam-pendidikan-islam.  diakses tanggal 12 April 2016
[7]Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,  2008, hlm. 92

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer :