BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Islam adalah agama yang kompleks dan
dinamis, segala hal semuanya sudah diatur sedemikian rupa salah satu aturan
dalam Islam tersebut termaktub dalam ilmu fiqh muamalah. Didalamnya mencakup
seluruh sisi kehidupan individu dan masyarakat, baik perekonomian, sosial
kemasyarakatan, politik bernegara, serta lainnya.
Interaksi
manusia dengan segala tujuannya untuk memenuhi kebutuhan keduniaan. Interaksi
ini diatur dalam Islam dalam suatu ilmu yang disebut Fiqh Muamalah. Berbeda
halnya dengan Fiqh Ibadah, Fiqh Muamalah lebih bersifat fleksibel. Hukum semua
aktifitas itu pada awalnya adalah boleh selama tidak ada dalil yang
melarangnya, inilah kaidah ushul fiqhnya. Fiqh muamalah pada awalnya mencakup
semua aspek permasalahan yang melibatkan interaksi manusia. Hukum muamalah itu
terdiri dari hukum keluarga, hukum kebendaan, hukum acara, perundang-undangan,
hukum internasional, hukum ekonomi dan keuangan. Tapi, sekarang Fiqh Muamalah
dikenal secara khusus atau lebih sempit mengerucut hanya pada hukum yang
terkait dengan harta benda.
B.
Rumusan
Masalah
- Bagaimana pengertian fiqh mu’amalah?
- Apa saja asas-asas fiqh mu’amalah?
- Bagaimana pembagian fiqh mu’amalah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Fiqh Mu’amalah
Fiqih muamalah merupakan salah satu dari bagian persoalan hukum
Islam seperti yang lainnya yaitu tentang hukum ibadah, hukum pidana, hukum
peradilan, hukum perdata, hukum jihad, hukum perang, hukum damai, hukum
politik, hukum penggunaan harta, dan hukum pemerintahan. Semua bentuk persoalan
yang dicantumkan dalam kitab fiqih adalah pertanyaan yang dipertanyakan
masyarakat atau persoalan yang muncul di tengah-tengah masyarakat. Kemudian
para ulama memberikan pendapatnya yang sesuai kaidah-kaidah yang berlaku dan
kemudian pendapat tersebut dibukukan berdasarkan hasil fatwa-fatwanya.[1]
Secara bahasa (etimologi) Fiqih berasal dari kata faqiha (فقه) yang berarti paham dan muamalah berasal dari kata ’Amila yang
berarti berbuat atau bertindak atau Al ‘amaliyyah maksudnya yang berhubungan
dengan amaliyah (aktifitas), baik aktifitas hati seperti niat, atau aktifitas
lainnya, seperti membaca al Qur’an, shalat, jual beli dan lainnya. Muamalah
adalah hubungan kepentingan antar sesama manusia. Muamalah tersebut meliputi
transaksi-transaksi kehartabendaan seperti jual beli, perkawinan, dan hal-hal
yang berhubungan dengannya, urusan persengketaan (gugatan, peradilan, dan
sebaginya) dan pembagian warisan.[2]
Secara istilah (terminologi) fiqh muamalah dapat diartikan sebagai
aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan mengembangkan harta benda.
Fiqh muamalah dalam pengertian kontemporer sudah mempunyai arti
khusus dan lebih sempit apabila dibandingkan dengan muamalah sebagai bagian
dari pengelompokan hukum Islam oleh ulama klasik (Ibadah dan muamalah). Fiqh
muamalah merupakan peraturan yang menyangkut hubungan kebendaan atau yang biasa
disebut dikalangan ahli hukum positif dengan nama hukum private. Hukum private
dalam pengertian tersebut tidak lain hanya berisi pembicaraan tentang hak
manusia dalam hubungannya satu sama lain, seperti hak penjual untuk menerima
uang dari pembeli dan pembeli menerima barang dari penjual.[3]
Dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa secara garis besar definisi
atau pengertian fiqih muamalah yaitu,
hukum-hukum yang berkaitan dengan tata cara berhubungan antar sesama manusia, baik hubungan tersebut bersifat
kebendaan maupun dalam bentuk perjanjian perikatan. Fiqih mu’malah adalah salah
satu pembagian lapangan pembahasan fiqih selain yang berkaitan dengan ibadah,
artinya lapangan pembahasan hukum fiqih mu’amalah adalah hubungan interpersonal
antar sesama manusia, bukan hubungan vertikal manusia dengan tuhannya (ibadah
mahdloh).
B. Asas-asas
Fiqh Muamalah
Fiqh muamalah dalam penerapannya memiliki beberapa asas yang
mendasarinya, yaitu:
1. al-‘Adalah
Dalam suatu perjanjian para pihak
dituntut untuk menjalankan keadilan dalam mengungkapkan kehendak dan keadaan
dan memenuhi semua kewajiban. Perjanjian harus senantiasa mendatangkan
keuntungan yang setara atau seimbang, serta tidak boleh mendatangkan kerugian
bagi salah satu pihak.
2. al-Mu’awanah
Mu’awanah memiliki arti Kemitraan. Yang
dimaksud dengan kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan
oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan
bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.[4]
3. al-Musyarakah
Musyarakah merupakan akad kerja sama diantara para pemilik
modal yang mencampurkan modal mereka dengan tujuan mencari keuntungan. Dalam
musyarakah, para mitra sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaaha
terentu dan bekerja bersama mengelola usaha tersebut. Modal yang ada harus
digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama sehingga
tidak boleh digunakan umtuk kepentingnan pribadi atau dipinjamkan pada pihak
laain tanpa seizin mitra lainnya.
4. al-Manfa’ah
Manfa’ah dalam bermuamalah diartikan sebagai suatu
kegiatan yang memiliki nilai guna kepada pelaku muamalah itu sendiri.
5. ‘An Tarodhin
Dalam referensi lain asas ini
disebut dengan al-Ridho, artinya setiap bentuk muamalat antar individu
atau kelompok harus berdasarkan pada suka sama suka atau suka rela.
6. ‘Adamul Gharar
Secara bahasa ‘Adamun artinya tidak ada atau ketiadaan, sementara
gharar artinya ketidaktentuan atau ketidakjelasan. Berdasarkan kedua kata
tersebut maka ‘adamul gharar dapat diartikan menghilangkan sesuatu yang belum
tentu dan jelas. Dalam fiqh muamalah gharar dapat dikatakan setiap transaksi
yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar
jangkauan.[5]
Dalam referensi lain, ‘adamul gharar yaitu bahwa setiap bentuk
muamalat tidak boleh ada tipu daya atau yang menyebabkan salah satu pihak
merasa dirugikan sehingga menimbulkan adanya ketidaksukaan.
7. Kebebasan Membuat Akad
Hukum Islam mengakui kebebasan berakad, yaitu satu prinsip hukum
yang menyatakan bahwa setiap orang dapat membuat akad jenis apapun tanpa
terikat kepada nama-nama yang telah ditentukan dalam undang-undang syari’ah
memberikan usul apa saja kedalam akad, dan yang dibuatnya itu sesuai
kepentingannya dan tidak berakibat memakan harta sesama dengan jalan bathil.
Kaidah-kaidah hukum islam menunjukkan bahwa hukum Islam menganut asas kebebasan
berakad.
8. al-Musawah
Asas ini memiliki makna kesetaraan atau kesamaan, artinya bahwa
setiap pihak-pihak pelaku muamalah berkedudukan sama.
9. ash-Shiddiq
Dalam Islam manusia diperintahkan untuk menjunjung kejujuran dan
kebenaran. Jika dalam bermuamalah kejujuran dan kebenaran tidak dikedepankan,
maka akan berpengaruh terhadap keabsahan perjanjian. Perjanjian yang di
dalamnya terdapat unsur kebohongan maka bisa menjadi batal atau tidak sah.
C.
Pembagian
Fiqh Mu’amalah
Menurut Ibn Abidin, fiqih muamalah dibagi menjadi lima bagian, yaitu:
1.
Muawadhah
Maliyah (Hukum Perbendaan)
2.
Munakahat (Hukum Perkawinan)
3.
Muhasanat (Hukum Acara)
4.
Amanat dan ‘Aryah (Hukum Pinjaman)
5.
Tirkah (Hukum Peninggalan)[6]
Sedangkan menurut Al-Fikri dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah wa
Al-Adabiyah membagi fiqh muamalah menjadi dua bagian:
1.
Al-Muamalah
Al-Madiyah
Al-Muamalah
Al-Madiyah adalah muamalah yang mengkaji segi
objeknya, yakni benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Muamalah
Al-Madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat
untuk dimiliki, diperjualbelikan, atau diusahakan, benda yang menimbulkan
kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dan lain-lain. Semua
aktivitas yang berkaitan dengan benda, seperti al-bai’ (jual beli)
tidak hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan semata, tetapi jauh lebih
dari itu, yakni untuk memperoleh ridha Allah SWT. Jadi kita harus menuruti tata
cara jual beli yang telah ditentukan oleh syara’.
Yang termasuk Mu’amalah Al-Madiyah diantaranya:
a.
Jual beli (Al-bai’
at-Tijarah)
b.
Gadai (rahn)
c.
Jaminan/tanggungan
(kafalah)
d.
Pemindahan utang
(hiwalah)
e.
Perseroan atau
perkongsian (asy-syirkah)
f.
Perseroan harta
dan tenaga (al-mudharabah)
g.
Upah (ujral
al-amah)
h.
Gugatan (asy-syuf’ah)
i.
Sayembara (al-ji’alah)
j.
Pembagian
kekayaan bersama (al-qisamah)
k.
Pemberian (al-hibbah)
l.
Pembebasan (al-ibra’),
damai (ash-shulhu)
m.
beberapa masalah
mu’ashirah (mukhadisah), seperti masalah bunga bank, asuransi, kredit, dan
masalah lainnnya.
n.
Pembagian hasil
pertanian (musaqah)
o.
Kerjasama dalam
perdagangan (muzara’ah)
p.
pembelian barang
lewat pemesanan (salam/salaf)
q.
Pihak penyandang
dana meminjamkan uang kepada nasabah/Pembari modal (qiradh)
r.
Pinjaman barang
(‘ariyah)
s.
Sewa menyewa (al-ijarah)
t.
Penitipan barang
(wadi’ah)
2.
Al-Muamalah
Al-Adabiyah
Al-Muamalah
Al-Adabiyah adalah muamalah ditinjau dari segi
cara tukar-menukar benda, yang sumbernya dari pancaindra manusia.
Al-Muamalah
Al-Adabiyah adalah aturan-aturan Allah yang ditinjau dari segi subjeknya
(pelakunya) yang berkisar pada keridhaan kedua pihak yang melangsungkan akad,
ijab kabul, dan lain-lain.
Hal-hal yang
termasuk Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah ijab kabul, saling meridhai,
tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran
pedagang, penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera
manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.
Pada prakteknya, Al-Muamalah
Al-Madiyah dan Al-Muamalah Al-Adabiyah tidak dapat dipisahkan.[7]
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
- Fiqih muamalah secara terminologi yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan tata cara berhubungan antar sesama manusia, baik hubungan tersebut bersifat kebendaan maupun dalam bentuk perjanjian perikatan.
- Asas-asas fiqh muamalah, diantaranya:
-
al-Adalah
-
al-Mu’awanah
-
al-Musyarakah
-
al-Manfa’ah
-
‘An Taradhin
-
‘Adamul gharar
-
Kebebasan membuat
aqad
-
Al-Musawwah
-
Ash-Shidqu
- Pembagian fiqh mua’malah menurut Ibn Abidin :
§
Muawadhah
Maliyah (Hukum Perbendaan)
§
Munakahat (Hukum Perkawinan)
§
Muhasanat (Hukum Acara)
§
Amanat dan ‘Aryah (Hukum Pinjaman)
§
Tirkah (Hukum Peninggalan)
- Pembagian fiqh muamalah menurut Al-Fikri :
-
Muamalah al-Madiyah
-
Muamalah
al-Adabiyah
B.
Saran
Dengan segala
keterbatasan dan kekurangan penulis, demikianlah makalah ini kami buat. Oleh
karena itu, sudah pasti makalah ini memerlukan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca yang budiman demi lebih baiknya makalah kami selanjutnya. Selamat
membaca dan semoga bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman. 1992. Pengantar dan Asas-Asas Hukum
Perdata Islam. Surabaya: Central Media
az-Zuhaili, Wahbah. 1999. Fiqih Muamalah Perbankan
Syariah. Jakarta: Team Counterpart Bank Muamalat Indonesia
az-Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Islam Wa
Adillatuhu 1: Pengantar Ilmu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Jakarta:
Gema Insani
Syafei, Rachmad. 2001. Fiqih Muamalah.
Bandung: Pustaka Setia
Pakpahan, Efendi. http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.co.id/2013/03/
pengertian-kemitraan.html, diakses tanggal 27 September 2016
Supian, Langkah. http://langkahsupian.blogspot.co.id/2012/05/prinsip-asas-dan-kaidah-fiqih-muamalah.html?m=1, diakses tanggal 27 September 2016
[1] Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Muamalah Perbankan Syariah
(Jakarta: Team Counterpart Bank Muamalat Indonesia, 1999), hal. 5.
[2] Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu 1: Pengantar Ilmu,
Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2010), hal.
27.
[3] Ibid, hal. 35.
[4] Efendi Pakpahan, http://belajarilmukomputerdaninternet.blogspot.co.id/2013/03/
pengertian-kemitraan.html, diakses tanggal 27 September 2016 10.41 wib
[5] Langkah Supian, http://langkahsupian.blogspot.co.id/2012/05/prinsip-asas-dan-kaidah-fiqih-muamalah.html?m=1, diakses tanggal 27 September 2016 10.49 wib
[6] Abdurrahman, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Perdata Islam.
(Surabaya: Central Media, 1992), hal. 31.
[7] Rachmad Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia,
2001), hal. 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar