Senin, 02 Juli 2018

PERAN MASJID DALAM PERKEMBANGAN ISLAM DI NEGARA ISLAM DAN NEGARA NON ISLAM MASA LALU DAN MASA KINI


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Masjid bukan sekedar tempat sujud sebagaimana makna harfiahnya, tetapi memiliki beragam fungsi.[1] Menurut pakar kebudayaan Islam asal Palestina itu, sejak zaman Nabi Muhammad Saw. masjid tidak hanya berfungsi hanya sebagai tempat ritual murni (ibadah mahdah seperti shalat dan itikaf). Masjid Nabawi juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan, sentra pendidikan, markas militer dan bahkan lahan sekitar masjid pernah dijadikan sebagai pusat perdagangan..
Rasulullah menjadikan masjid sebagai sentra utama seluruh aktivitas keummatan. Baik untuk kegiatan pendidikan yakni tempat pembinaan dan pembentukan karakter sahabat maupun aspek-aspek lainnya termasuk politik, strategi perang hingga pada bidang ekonomi, hukum, sosial dan budaya. Pendek kata, masjid difungsikan selain sebagai pusat kegiatan ibadah ritual juga dijadikan tempat untuk melaksanakan ibadah muamalah yang bersifat sosial.

B.     Rumusan Masalah
1.   Bagimana pengertian masjid?
2.   Bagimana masjid sebagai lembaga pendidikan?
3.   Bagaimana fungsi masjid secara substansial ?
4.   Bagaimana peran masjid dalam perkembangan Islam di Negara non-Islam?
5.   Bagaimana peran masjid dalam perkembangan islam di negara islam pada masa lalu dan masa kini?
6.   Bagaimana peran masjid di negara mayoritas muslim?


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Masjid
Kata masjid diulang sebanyak 28 kali di dalam Al-qur’an.[2] Masjid berarti tempat beribadah. Akar kata dari masjid adalah sajada dimana sajada berarti sujud atau tunduk.[3] Kata masjid sendiri berakar dari bahasa Arab. Kata masjid dalam bahasa Inggris disebut mosque. Kata mosque ini berasal dari kata mezquita dalam bahasa Spanyol. Dan kata mosque kemudian menjadi populer dan dipakai dalam bahasa Inggris secara luas.
Adapun masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti khusus. Pertama, masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud dinamakan masjid. Setiap muslim boleh melakukan salat di wilayah manapun terkecuali di atas kuburan di tempat-tempat najis dan tempat yang menurut syariat islam tidak sesuai untuk dijadikan solat.
Rassullullah saw bersabda:
 (رواه مسلم) اَلْاَرْضُ كُلَّهَا مَسْجِدٌ
“Setiap bagian dari bumi Allah adalah tempat sujud (masjid”). (HR. Muslim)

Pada hadis yang lain Rasululah bersabda pula:
(رواه مسلم) وَطَهُوْرًا مَسْجِدًا اَلْأَرْضُ لَنَا جُعِلَتْ
“Telah dijadikan bagi kita bumi ini sebagai tempat sujud dan keadaannya bersih”. (HR. Muslim)

Kedua, masjid dalam pengertian khusus yaitu tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama salat berjamaah. Pengertian ini juga mengerucut menjadi, masjid yang digunakan untuk salat Jum'at disebut Masjid Jami`. Karena salat Jum`at diikuti oleh orang banyak maka masjid Jami` biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk shalat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau bahkan kecil sesuai dengan keperluan, disebut Musholla, artinya tempat salat. Di beberapa daerah, musholla terkadang diberi nama langgar atau surau.

B.  Fungsi Masjid Secara Substansial
Dalam perspektif al-Qur'an dan Sunnah, secara substansial masjid memiliki empat fungsi yakni[4]:
Pertama, fungsi teologis (aqidah), yaitu tempat untuk melakukan aktivitas yang mengandung ketaatan, kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah. (QS.Jin [72]: 11).
Kedua, fungsi peribadatan (ubudiyah). Fungsi ini yang merupakan kelanjutan dari fungsi teologis di atas yang menyatakan bahwa masjid adalah tempat penyucian diri dari segala ilah. Penyucian diri tersebut memiliki makna yang sebenarnya, jikalau dibarengi dengan peribadatan yang menunjukkkan ke arah tersebut. Pada fungsi kedua ini, tumpuan masjid adalah  untuk membangun nilai ketakwaan baik dalam hubungan ketakwaan individual maupun sosial.
Ketiga, fungsi etik, moral dan sosial (ahlaqiyah wa ijtimaiyyah). Secara etik, peribadatan dianggap sebagai penyerahan total apabila disertai dengan nilai moral yang menyangkut gerakan hati dan fisik. Bukan sekedar membangun sebuah bangunan, tetapi juga membangun hati yang tegak dalam jalan Allah.
Keempat fungsi keilmuan dan pendidikan. Dalam sejarah, fungsi ini dapat ditengok dari seluruh aktivitas Nabi yang berhubungan dengan keumatan dan bermuatan edukatif berpusat di masjid. Keempat fungsi ini saling melengkapi dan tak terpisahkan yang merupakan perpaduan konsep Iman, Islam dan Ihsan.

 C.  Peran Masjid di Masa Nabi
Masjid di masa Rasulullah saw bukan hanya sebagai tempat penyaluran emosi religius semata. Ia telah dijadikan pusat aktivitas umat. Hal-hal yg dapat direkam sejarah tentang fungsi masjid di antaranya:
1.   Tempat latihan perang. Rasulullah saw mengizinkan ‘Aisyah menyaksikan dari belakang beliau orang-orang Habasyah berlatih menggunakan tombak mereka di Masjid Rasulullah pada hari raya.
2.   Balai pengobatan tentara muslim yang terluka.[5] Sa’d bin Mu’adz terluka ketika perang Khandaq maka Rasulullah mendirikan kemah di masjid.
3.   Tempat menerima tamu. Ketika utusan kaum Tsaqif datang kepada Nabi saw beliau menyuruh sahabatnya untuk membuat kemah sebagai tempat perjamuan mereka.
4.   Tempat penahanan tawanan perang.[6] Tsumamah bin Utsalah seorang tawanan perang dari Bani Hanifah diikat di salah satu tiang masjid sebelum perkaranya diputuskan.
5.   Pengadilan. Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat penyelesaian perselisihan di antara para sahabatnya.
6.   Selain hal-hal di atas masjid juga merupakan tempat bernaungnya orang asing musafir dan tunawisma. Di masjid mereka mendapatkan makan minum pakaian dan kebutuhan lainnya. Di masjid Rasulullah menyediakan pekerjaan bagi penganggur, mengajari yang tidak tahu, menolong orang miskin, mengajari tentang kesehatan dan kemasyarakatan, menginformasikan perkara yang dibutuhkan umat, menerima utusan suku-suku dan negara-negara, menyiapkan tentara dan mengutus para da’i ke pelosok-pelosok negeri.
7.   Masjid Rasulullah saw adalah masjid yang berasaskan taqwa. Maka jadilah masjid tersebut sebuah tempat menimba ilmu menyucikan jiwa dan raga. Menjadi tempat yang memberikan arti tujuan hidup dan cara-cara meraihnya.
Yang lebih strategis lagi, pada zaman Rasul, masjid adalah pusat pengem-bangan masyarakat dimana setiap hari masyarakat berjumpa dan mendengar arahan-arahan dari Rasulullah tentang berbagai hal, prinsip-prinsip keberagamaan, tentang sistem masyarakat baru, juga ayat-ayat Qur'an yang baru turun. Di dalam masjid pula terjadi interaksi antar pemikiran dan antar karakter manusia. Azan yang dikumandangkan lima kali sehari sangat efektif mempertemukan masyarakat dalam membangun kebersamaan.
Bersamaan dengan perkembangan zaman, terjadi ekses-ekses dimana bisnis dan urusan duniawi lebih dominan dalam pikiran dibanding ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini memberikan inspirasi kepada Umar bin khattab untuk membangun fasilitas di dekat masjid, dimana masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas makna ukhrawinya, sementara untuk berbicara tentang hal-hal yang lebih berdimensi duniawi, Umar membuat ruang khusus di samping masjid. Itulah asal usulnya sehingga pada masa sejarah Islam klasik, pasar dan sekolahan selalu berada di dekat masjid.

D.  Peran Masjid dalam Perkembangan Islam di Negara Islam Pada Masa Lalu dan Masa Kini
Masjid memiliki peranan penting dalam masyarakat Islam pada masa kejayaannya di masa lalu. Masjid merupakan tempat ibadah, pengajaran, pendidikan dan pengarahan. Juga sebagai tempat bermusyawarahnya kaum muslimin dan tempat untuk saling nasehat-menasehati diantara mereka. Maka pada saat itu masjid difungsikan sebagai sarana berlangsungnya aktivitas peradilan, tempat ibadah, tempat pengangkatan pasukan-pasukan yang siap berjihad di jalan Allah dan tempat pengobatan orang sakit. Tidak hanya itu, di samping sebagai pusat kebudayaan Islam masjid juga digunakan untuk melaksanakan akad nikah. Juga sebagai tempat penerimaan para utusan dan duta-duta bangsa, pusat informasi, dan tempat pertolongan serta tempat perlindungan sosial.
Oleh karena itu, masjid sudah menjadi kebutuhan setiap individu muslim, baik dilihat dari sisi agama maupun sosial. Para ahli pendidikan dan peletak metode pendidikan Islam menegaskan bahwa masjid berfungsi sebagai pemandu dalam pembangunan manusia muslim. Untuk itu, sudah selayaknya ditanamkan sebuah keyakinan dalam jiwa setiap insan muslim bahwa masjid memiliki kedudukan yang paling tinggi.
Sudah semenjak zaman dahulu, masjid selalu dijadikan sebagai tempat beribadah dan sebagai tempat pertemuan kaum muslimin. Lebih dari itu, masjid juga berfungsi sebagai pusat informasi Islam dan tempat melaksanakan aktivitas-aktivitas kaum muslimin. Maka, jadilah masjid sebagai pusat ilmu pengetahuan, informasi, aktivitas membaca, dzikir, nasehat dan pengarahan.
Di samping itu, masjid berfungsi sebagai markas pendidikan. Disitulah manusia dididik supaya memegang teguh keutamaan, cinta kepada ilmu pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial, serta menyadari hak dan kewajiban mereka dalam Negara Islam yang didirikan guna merealisasikan ketaatan kepada Allah SWT, syari’at, keadilan, dan rahmat-Nya di tengah-tengah manusia. Pengajaran baca tulis sebagai gerakan pemberantasan buta huruf dimulai dari masjid Rasulullah SAW. Di samping itu, masjid merupakan sumber pancaran moral karena di situlah kaum muslimin menikmati akhlak-akhlak yang mulia.
Dalam masa kini, masjid masih menjalankan fungsi khususnya dalam memberikan pendidikan keislaman di seluruh lapisan masyarakat Islam. Semua itu masih mengakar erat dalam kehidupan kaum muslimin, karena sejarah pendidikan Islam bagi generasi-generasi terdahulu sangat erat kaitanya dengan masjid.
Bersamaan dengan semakin beragamnya sumber-sumber ilmu pengetahuan, kebudayaan dan informasi termasuk di dalamnya kebudayaan Islam barulah dirasakan perlunya membangun sekolah-sekolah secara tersendiri terpisah dari masjid. Sekolah-sekolah tersebut akan digunakan untuk pelaksanaan pengajaran berbagai ilmu agama dan sosial. Akan tetapi, keragaman dan bermacamnya sumber kebudayaan dan informasi bukan berarti menghilangkan peran masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Karena, Islam sama sekali tidak melalaikan salah satu sisi dari berbagai sisi kejiwaan manusia. Maka Islam tetap memperhatikan aspek motoric, sebagaimana juga memperhatikan aspek pengetahuan dan perilkau keimanan seorang muslim.[7]
Dalam masyarakat Islam, masjid berkedudukan sebagai pusat pengarahan mental spiritual dan fisik material, sekaligus pula merupakan tempat beribadah, tempat menuntut ilmu dan tempat pengakajian sastra. Moral, akhlak dan tradisi Islam yang merupakan bagian dari intisari agama, dalam masjid itu terjalin erat dengan kewajiban shalat dan dengan barisan shafnya yang teratur rapi. Namun, kini orang-orang yang tidak mampu lagi membina kepribadian berdasarkan akhlak yang kuat lalu mengutamakan pembangunan masjid yang megah, tetapi jamaahnya adalah orang-orang yang tidak karuan akhlaknya.[8]
Selain peran masjid di atas dapat diperjelas lagi peran masjid Dalam bidang pendidikan, Rasulullah menggunakan masjid untuk mengajarkan para sahabat agama Islam, membina mental dan akhlak mereka, seringkali dilakukan setelah sholat berjama’ah, dan juga dilakukan selain waktu tersebut.  Masjid pada waktu itu mempunyai fungsi sebagai “sekolah” seperti saat ini, gurunya adalah Rasulullah dan murid-muridnya adalah para sahabat yang haus ilmu dan ingin mempelajari Islam lebih mendalam.  Tradisi ini juga kemudian di ikuti oleh para sahabat dan penguasa Islam selanjutnya, bahkan dalam perkembangan keilmuan Islam, proses “ta’lim” lebih sering dilakukan di masjid, tradisi ini dikenal dengan nama “halaqah”. Banyak ulama-ulama yang lahir dari tradisi halaqah ini. Tradisi ini diadopsi di Indonesia dengan model “Pesantren”, menurut sejarah berdirinya pesantren-pesantren di Indonesia dimulai dengan adanya kyai dan masjid. Pada perkembangan selanjutnya ketika proses ta’lim di adakan di sekolah/madrasah, tradisi halaqah masih tetap dilestarikan di berbagai tempat sebagai “madrasah non formal”. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa tradisi ini merupakan cikal bakal berdirinya universitas-universitas Islam besar di dunia. Salah satu contohnya adalah al-Azhar di Mesir.
Di bidang ekonomi, masjid pada awal perkembangan Islam digunakan sebagai “Baitul Mal” yang mendistribusikan harta zakat, sedekah, dan rampasan perang kepada fakir miskin dan kepentingan Islam. Golongan lemah pada waktu itu sangat terbantu dengan adanya baitul mal.
Hasan Langgulung mengemukakan bahwa masjid merupakan lembaga pendidikan pokok pada zaman Nabi dan Khulafa’ur Rasyidin. Ketika ilmu-ilmu asing memasuki masyarakat Islam, ia juga memasuki masjid dan harus dipelajari bersama-sama dengan ilmu agama.
Menurut Asma Fahmi, masjid merupakan sekolah menengah dan tinggi  dalam waktu yang sama. Pada mulanya, masjid juga dipergunakan untuk pendidikan rendah. Akan tetapi, kaum muslimin kemudian lebih menyukai jika kepada kanak-kanak diberikan tempat khusus karena kanak-kanak dapat merusak masjid dan tidak bisa menjaga kebersihan.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengemukakan bahwa pada masa keemasan Islam pertama, pemuda-pemuda dan orang-orang yang telah berumur bersama-sama duduk di masjid untuk mengikuti beberapa pelajaran yang diberikan. Di antara mereka yang telah menjadi siswa di masjid itu adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Abbas.
Masjid adalah symbol yang memiliki makna sangat penting bagi Islam. Ia melambangkan hubungan erat antara hamba dengan Tuhan, hubungan yang selalu diperbaharui seiring berjalannya waktu, dan berlangsung siang dan malam. Per-adaban yang dibawa oleh Islam tidak pernah putus hubungannya dengan kebesaran dan kekuasaan Ilahi, senantiasa berpegang teguh pada kebajikan, menentang kemunkaran dan setia kepada perintah dan larangan yang telah ditetapkan Allah.[9]
Setelah Islam berkembang, semakin banyak pula masjid. Kaum muslimin membina satu masjid atau lebih di tempat-tempat di mana mereka tinggal. Khalifah Umar bin Khattab memerintahkan para komandannya untuk mendirikan masjid di negeri, di kota-kota yang mereka kuasai. Pada abad ketiga Hijriah, kota Baghdad sudah penuh dengan masjid, begitu pula di kota-kota mesir.
Keadaan ini mengalami pasang surut karena kemudian tujuan duniawi menguasai sebagian pengelola masjid. Padahal mereka juga termasuk para ulama’. Akhirnya, fungsi masjid bergeser menjadi sumber pencarian rezeki dan benteng fanatisme madzhab, golongan atau pribadi.[10]
Namun pada masa sekarang ini fungsi masjid tidaklah seperti dahulu. Sekarang ini banyak orang yang bermegah-megahan dalam membangun masjid, tapi sedikit sekali orang yang mau berjama’ah di masjid. Dengan sedikitnya jama’ah itu dapat mengurangi peran atau fungsi masjid sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai lembaga pendidikan. Pada masa sekarang ini sebagian kaum muslimin sudah terpengaruh oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat. Hanya beberapa yang masih memfungsikan masjid sebagai lembaga pendidikan Islam. Sebagai contoh pada saat Ramadhan tiba, biasanya Masjid menyelenggarakan tadarusan al-Qur’an. Sekarang tampaknya lebih berkembang lagi, biasanya bila tiba ramadhan masjid ramai-ramai mengadakan kegiatan seperti pesantren Ramadhan, pesantren kilat, ngaji kitab, cerama-ceramah keagamaan, dan sebagainya, terlebih lagi dengan didukukng pemuda masjid yang penuh kreativitas, sehingga masjid lebih semarak.[11]

E.  Peran Masjid dalam Perkembangan Islam di Negara Non-Islam

Masjid pertama di Cina berdiri pada abad ke-8 Masehi di Xi’an. Masjid Raya Xi’an, yang terakhir kali direkonstruksi pada abad ke-18 Masehi, mengikuti arsitektur Cina. Masjid di bagian barat Cina seperti di daerah Xinjiang, mengikuti arsitektur Arab, dimana di masjid terdapat kubah dan menara. Sedangkan, di timur Cina, seperti di daerah Beijing, mengandung arsitektur Cina.

Masjid mulai masuk di daerah India pada abad ke-16 semasa kerajaan Mugal berkuasa. Masjid di India mempunyai karakteristik arsitektur masjid yang lain, seperti kubah yang berbentuk seperti bawang. Kubah jenis ini dapat dilihat di Masjid Jama, Delhi.

Masjid pertama kali didirikan di Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke 11 Masehi, dimana pada saat itu orang-orang Turki mulai masuk agama Islam. Beberapa masjid awal di Turki adalah Aya Sofya, dimana pada zaman Bizantium, bangunan Aya Sofya merupakan sebuah katedral. Kesultanan Utsmaniyah memiliki karakteristik arsitektur masjid yang unik, terdiri dari kubah yang besar, menara dan bagian luar gedung yang lapang. Masjid di Kesultanan Usmaniyah biasanya mengkolaborasikan tiang-tiang yang tinggi, jalur-jalur kecil di antara shaf-shaf, dan langit-langit yang tinggi, juga dengan menggabungkan mihrab dalam satu masjid.Sampai saat ini, Turki merupakan rumah dari masjid yang berciri khas arsitektur Utsmaniyah.

Secara bertahap, masjid masuk ke beberapa bagian di Eropa. Perkembangan jumlah masjid secara pesat mulai terlihat seabad yang lalu, ketika banyak imigran Muslim yang masuk ke Eropa. Kota-kota besar di Eropa, seperti Munich, London dan Paris memilki masjid yang besar dengan kubah dan menara. Masjid ini biasanya terletak di daerah urban sebagai pusat komunitas dan kegiatan sosial untuk para muslim di daerah tersebut. Walaupun begitu, seseorang dapat menemukan sebuah masjid di Eropa apabila di sekitar daerah tersebut ditinggali oleh kaum Muslim dalam jumlah yang cukup banyak.

Masjid pertama kali muncul di Amerika Serikat pada awal abad ke 20. Masjid yang pertama didirikan di Amerika Serikat adalah di daerah Cedar Rapids, Iowa yang dibangun pada kurun akhir 1920an. Bagaimanapun, semakin banyak imigran Muslim yang datang ke Amerika Serikat, terutama dari Asia Selatan, jumlah masjid di Amerika Serikat bertambah secara drastis. Dimana jumlah masjid pada waktu 1950 sekitar 2% dari jumlah masjid di Amerika Serikat, pada tahun 1980, 50% jumlah masjid di Amerika Serikat didirikan.

Pada dasarnya, peran masjid di negara-negara non Islam tidak jauh berbeda dengan peran masjid di negara-negara Islam, yaitu fungsi ibadah, pendidikan dan sosial. Hanya saja di negara non Islam terdapat aturan-aturan tertentu yang membatasi peran masjid tersebut.
Terkadang masjid menjadi sasaran kemarahan umat Non-Muslim. Kadangkala kasus persengketan terjadi di beberapa daerah dimana umat Islam menjadi minoritas di daerah tersebut.
Sebagai contoh kongkrit adalah kasus di Masjid Babri. Masjid Babri yang terletak di Mumbai, India menjadi masalah sengketa lahan antara masyarakat penganut Hindu dan masyarakat Muslim. Hal ini dikarenakan Masjid Babri berdiri di daerah keramat mandir. Sebelum sebuah kesepakatan dibuat, masyarakat dan aktivis hindu berjumlah 75000 massa menghancurkan bangunan Masjid Babri pada 6 Desember 1992.
Selain itu, masjid juga sering menjadi tempat pengejekan dan penyerbuan terhadap umat Muslim setelah terjadinya peristiwa 11 September 2001.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Masjid berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat sujud.
2.      Fungsi masjid secara substansial: Fungsi aqidah, ubudiyah, akhlak, pendidikan.
3.      Peran masjid pada masa Nabi SAW:
-    Tempat ibadah (sholat, dzikir),
-    Tempat konsultasi dan komunikasi (masalah sekonomi-sosial budaya),
-    Tempat pendidikan,
-    Tempat santunan sosial,
-    Tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya,
-    Tempat pengobatan para korban perang,
-    Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa,
-    Aula dan tempat menerima tamu,
-    Tempat menawan tahanan, dan
-    Pusat penerangan atau pembelaan agama.
4.      Peran masjid di masa sekarang:
-          Sebagai tempat beribadah
-          Sebagai tempat menuntut ilmu
-          Sebagai tempat pembinaan jama’ah
-          Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan Islam
-          Sebagai pusat kaderisasi umat
-          Sebagai basis kebangkitan umat Islam

B.  Saran
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan penulis, demikianlah makalah ini kami buat. Oleh karena itu, sudah pasti makalah ini memerlukan kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman demi lebih baiknya makalah kami selanjutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Muhammad. 2004. Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, Mitra Pustaka, Yogyakarta.
Mustofa, Budiman. 2008. Manajemen Masjid, Surakarta : Ziyad Books.
Rifa’i, A. Bachrun  dan Moch. Fakhruroji. 2005. Manajemen Masjid Meng-optimalkan Fungs Sosial Ekonomi Masjid. Bandung: Benang Merah Press.
Roqib, Moh. 2005. Menggugat Fungsi Edukasi Masjid, STAIN Porwokerto Press, Porwokerto.
Rukmana, Nana.  2002. Masjid dan Dakwah, Jakarta : Al-Mawardi Prima.
Yani, Ahmad. 2009. Panduan Memakmurkan Masjid, Jakarta : Al Qalam.
Umar, Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: AMZAH


[1]A. Bachrun Rifa’I dan Moch. Fakhruroji, 2005, Manajemen Masjid Mengoptimalkan Fungs Sosial Ekonomi Masjid. Bandung : Benang Merah Press. Hlm. 51.
[2]Budiman Mustofa, 2008, Manajemen Masjid, Surakarta : Ziyad Books. Hlm. 19.
[3]H. Nana Rukmana D.W,  2002, Masjid dan Dakwah, Jakarta : Al-Mawardi Prima. Hlm. 41.
[4]Moh. Roqib, Menggugat Fungsi Edukasi Masjid, STAIN Porwokerto Press, Porwokerto; 2005, hlm 73-76.
[5] Ahmad Yani, 2009, Panduan Memakmurkan Masjid, Jakarta : Al qalam. Hlm. 44.
[6] Budiman Mustofa, 2008, Manajemen Masjid, Surakarta : Ziyad Books. Hlm. 29
[7]Ibid,  hlm 57.
[8]Muhammad Al-Ghazali, Sejarah Perjalanan Hidup Muhammad, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2004, hlm 230.
[9]Ibid, hlm 230.
[10]Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, AMZAH, Jakarta;2010, hlm 158-160.
[11]Ibid, hlm 115.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Populer :