Senin, 02 Juli 2018

ILMU AQSAMIL QUR’AN (Mata Kuliah : Ulumul Qur'an)


BAB  I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Keindahan bahasa Al-Qur’an merupakan salah satu tanda kemukjizatan Al-Qur’An. Ketika Rasulullah SAW menyampaikan ayat-ayat Al-Qur’an, sebagian kafir Quraisy ingin menandinginya dengan cara membuat ungkapan-ungkapan (syair) yang sengaja mereka buat untuk merendahkan keberadaan Nabi SAW menghadapi tantangan luar biasa dari masyarakat kafir Quraisy saat itu. Namun, sebagian dari kalangan kafir Quraisy menerima kebenaran yang dibawa oleh Nabi SAW. Sehingga dari sini akan bisa dipahami bahwa, jika jiwa manusia itu bersih dari sifat tercela, dia akan mudah menerima kebenaran dari siapapun kebenaran itu datang.
Jiwa yang bersih akan selalu terbuka akan ajaran kebenaran dari firman-firman Tuhan. Sehingga dalam menyampaikan kebenaran itu tidak diperlukan argument atau alasan agar kebenaran itu bisa diterima. Tapi bagi manusia yang hatinya selalu dipenuhi sifat tercela, dipenuhi sifat dengki, maka kebenaran itu akan sulit diterima. Oleh karenanya, dalam menyampaikan ajaran kebenaran kepada manusia seperti ini, diperlukan berbagai cara dan argumentasi agar mereka dapat menerima kebenaran itu. Salah satu cara yang digunakan adalah memperkuat argumentasi itu dengan sumpah. Maka “sumpah” ini dilakukan adalah sebagai langkah untuk memberikan kesadaran kepada mereka, kesadaran untuk menerima kebenaran yang datangnya dari Allah SWT.

B.  Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan suatu rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apa pengertian ilmu aqsamil qur’an?
2.      Apa saja unsur-unsur yang ada dalam aqsamul qur’an?
3.      Apa saja macam-macam aqsamul qur’an?
4.      Bagaimana shighat aqsamul qur’an?
5.      Apa fungsi ilmu aqsamul qur’an?
6.      Bagaimana pandangan para ulama mengenai aqsamil qur’an?

C.  Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui:
1.      Pengertian ilmu aqsamil qur’an
2.      Unsur-unsur aqsamil qur’an
3.      Macam-macam aqsamil qur’an
4.      Shighat aqsamil qur’an
5.      Fungsi ilmu aqsamul qur’an
6.      Pandangan para ulama tentang aqsamil qur’an


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Ilmu Aqsamil Qur’an
Menurut bahasa, aqsam merupakan bentuk jamak dari kata qasam yang berarti sumpah. Sedangkan secara menurut istilah aqsam dapat diartikan sebagai ungkapan yang dipakai guna memberikan penegasan atau pengukuhan suatu pesan dengan menggunakan kata-kata qasam. Namun dengan pemakaiannya para ahli ada yang hanya yang menggunakan istilah al-Qasam saja seperti dalam kitab al-Burhan fi Ulumil Qur’an karangan Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasyi. Ada juga yang meng-idhofah-kannya dengan al-Qur’an, sehingga menjadi Aqsamul Qur’an seperti yang dipakai dalam kitab al-Itqan fi Ulumil Qur’an karangan Imam Jalaluddin as-Suyuthi. Kedua istilah tersebut hanya berbeda pada konteks pemakaian katanya saja, sedangkan maksudnya tidak jauh berbeda.
Dengan demikian maka yang dimaksud dengan Ilmu Aqsamil Qur’an adalah salah satu dari ilmu-ilmu tentang al-Qur’an yang mengkaji tentang arti, maksud, hikmah, dan rahasia sumpah-sumpah Allah yang terdapat dalam al-Qur’an.
Selain pengertian diatas, qasam dapat pula diartikan dengan gaya bahasa Al-Qur’an menegaskan atau mengukuhkan suatu pesan atau pernyataan menyebut nama Allah atau ciptaan-Nya sebagai muqsam bih.

B.  Unsur-unsur Qasam
Qasam terbagi menjadi tiga unsur yaitu adat qasam, muqsam bih dan muqsam ‘alaih.
1.   Adat qasam adalah sighat yang digunakan untuk menunjukkan qasam, baik dalam bentuk fi’il maupun huruf seperti ba, ta, dan wawu sebagai pengganti fi’il qasam. Contoh qasam dengan memakai fi’il dan ba’, misalnya firman Allah SWT:
Adat qasam menggunakan huruf ta’ :
Adat qasam menggunakan huruf wawu :
2.   Al-Muqsam Bih yaitu sesuatu yang dijadikan sumpah oleh Allah. Sumpah dalam al-Qur’an ada kalanya dengan memakai nama yang Agung (Allah), dan ada kalanya dengan menggunakan nama-nama ciptaanNya.
3.   Al-muqsam ‘alaih kadang juga disebut jawab qasam. Muqsam ‘alaih merupakan suatu pernyataan yang datang mengiringi qasam, berfungsi sebagai jawaban dari qasam. Di dalam Qur’an terdapat dua jenis muqsam ‘alaih, yaitu yang disebutkan secara tegas dan muqsam ‘alaih yang dibuang.
Jenis yang pertama terdapat dalam ayat-ayat sebagai berikut[1] :
Artinya:
1.  Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan kuat
2.  dan awan yang mengandung hujan,
3.  dan kapal-kapal yang berlayar dengan mudah.
4.  dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan
5.  Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti benar
6.  dan Sesungguhnya (hari) pembalasan pasti terjadi

Jenis kedua muqsam ‘alaih dihilangkan/dibuang karena alasan sebagai berikut:
Pertama, di dalam muqsam bihnya sudah terkandung makna muqsam ‘alaih.
Kedua, qasam tidak memerlukan jawaban karena sudah dapat dipahami dari redaksi ayat dalam surat yang terdapat dalam al-Qur’an. Contoh jenis ini dapat dilihat misalnya dalam ayat:
Artinya:
1. Demi waktu dluha,
2. dan demi malam apabila telah sunyi (gelap),

C.  Macam-macam Aqsamil Qur’an
Allah dapat bersumpah secara bebas yang artinya dengan siapapun dan dengan apapun juga, Dia tak terhalang dengan bersumpah. Akan tetapi, manusia tidak diperkenankan bersumpah kecuali atas nama Allah saja. Dalam hal ini, menurut Manna’ al-Qattan sumpah terbagi dalam dua macam, adakalanya Dhahir (jelas) dan adakalanya Mudlmar (tidak jelas). Adapun macam qasam tersebut yaitu[2] :
1.   Qasam Dhahir, yaitu qasam yang adat qasam dan muqsam bihnya disebutkan. Contoh: surat Al-Ma’arij : 40, surat Al-Qiyamah : 1 – 3 :
Artinya: “Maka aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki timur dan barat, Sesungguhnya Kami benar-benar Maha Kuasa.” (QS. Al-Ma’arij : 40)

Artinya:
1.   Aku bersumpah demi hari kiamat
2.   dan Aku bersumpah dengan jiwa yang mat menyesali (dirinya sendiri)
3.   Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?    (QS. Al-Qiyamah : 1-3)

2.   Qasam Mudlmar (qasam tersimpan) yaitu qasam yang adat qasam dan muqsam bihnya tidak disebutkan, tetapi ia ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk ke dalam jawab qasam.
Seperti firman Allah:
Artinya: “Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.”  (Q.S. Ali Imran : 186)

D.  Shighat Aqsamil Qur’an
a.   Bentuk  pertama
Sebagaimana sudah disebutkan, bahwa sighat (bentuk) yang asli dalam sumpah itu ialah bentuk yang terdiri dari tiga unsur, yaitu adat qasam, muqsam bih dan muqsam alaih.
b.   Bentuk kedua : ditambah huruf la
Kebiasaan orang yang bersumpah itu memakai berbagai macam bentuk, yang berarti merupakan sighat-sighat yang tidak asli lagi. Begitu pula di dalam Al-Quran, banyak terdapat juga sighat-sighat sumpah lain, disamping yang asli. Misalnya sighat yang ditambah huruf  “la” di depan fi’il qasamnya. Contohnya seperti dalam surat Al-Qiyamah ayat 1-2:
Artinya:
1. Aku bersumpah demi hari kiamat,
2. dan Aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri)
c.   Bentuk ketiga : ditambah kata Qul Bala (قُلْ بَلٰى)
Sighat ini adalah untuk membantah atau menyanggah keterangan yang tidak benar. Tambahan Qul Bala itu adalah untuk melengkapi ungkapan kalimat yang sebelumnya, yang berisi keterangan yang tidak betul, seperti dalam surat Saba’ ayat 3:
Artinya: “Dan orang-orang yang kafir berkata: "Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami". Katakanlah: "Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang ghaib”.
d.   Bentuk keempat : ditambah kata-kata Qul Iy (قل اِيْ)
Kadang-kadang sumpah dalam Al-Qur’an itu ditambah dengan kata-kata    “Qul Iiy” yang berarti benar. Seperti dalam surat Yunus ayat 53:
Artinya: “Dan mereka menanyakan kepadamu: "Benarkah (azab yang dijanjikan) itu? Katakanlah: "Ya, demi Tuhanku, Sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya)".

E.  Fungsi Ilmu Aqsamil Qur’an
Sumpah (qasam) dalam ucapan sehari-hari merupakan salah satu cara untuk menguatkan pembicaraan yang diselingi dengan pembuktian untuk mendorong lawan bicara agar bisa menerima/mempercayainya. Jadi apa makna sumpah dari Allah Swt tersebut?
Abu Al-Qasim Al-Qusyairi menjawab bahwa sesuatu dapat dipastikan kebenarannya dengan dua cara, yaitu persaksian dan sumpah. Kedua cara itu dipergunakan Allah dalam Al-Qur’an sehingga mereka tidak memiliki hujjah lagi untuk membantahnya. Al-Qur’an diturunkan untuk seluruh manusia, dan manusia mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadapnya. Diantaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah qasam dalam kalamullah, guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahfahaman, menguatkan berita, dan menetapkan hukum dengan cara paling sempurna.[3]
Bahasa arab mempunyai keistimewaan tersendiri berupa kelembutan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan berbagai tujuannya. Lawan bicara (mukhatab) mempunyai beberapa keadaan yang dalam ilmu ma’ani disebut adrubul khabar as-salasah atau tiga macam pola penggunaan kalimat berita, ibtida’i, thalabi, dan ingkari.[4]
Mukhatab terkadang seorang yang berhati kosong (khaliyudh dhanni) sama sekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yang diterangkan kepadanya, maka perkataan yang disampaikan kepadanya tidak perlu memakai penguat (ta’kid). Penggunaan perkataan demikian dinamakan ibtida’i.
Terkadang pula ia ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikan kepadanya. Maka perkataan untuk orang semacam ini sebaiknya diperkuat dengan suatu penguat guna menghilangkan keraguannya. Perkataan yang demikian dinamakan thalabi.
Dan terkadang ia inkar atau menolak isi pernyataan. Maka pembicaraan untuknya harus disertai penguat sesuai dengan kadar keingkarannya, kuat atau lemah. Pernyataan demikian dinamakan inkari.
Disamping itu, qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. al-Qur’an diturunkan untuk seluruh manusia dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Di antaranya ada yang meragukan, ada yang mengingkari dan ada pula yang amat memusuhi. Karena itu dipakailah qasam dalam kalamullah guna menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar, dan menetapkan hukum dengan cara yang paling sempurna.

F.   Pandangan Para Ulama’ tentang Aqsamil Qur’an
Selain bersumpah dengan zat-Nya di dalam Al-Qur’an, Allah juga bersumpah dengan menggunakan sebagian dari makhluk-Nya sebagai obyek-obyek sumpah, seperti waktu, tempat, Al-Qur’an, dan benda-benda tertentu. Jika yang menggunakan sumpah (al-muqsim) adalah manusia, maka sumpah yang menggunakan obyek makhluk Allah terlarang, karena bisa membawa pada kekufuran atau kemusyrikan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah menegaskan : Man halafa bighairillah faqad asyraka (barang siapa yang bersumpah dengan (menyebut) selain Allah, maka ia musyrik). Atas dasar hadits tersebut, di dalam bersumpah, seseorang dilarang menyebutkan muqsam bih selain Allah SWT.
Meskipun terdapat sumpah-sumpah Allah dalam Al-Qur’an yang menggunakan makhluk-Nya sebagai obyek sumpah, tetapi manusia tetap dilarang menggunakan hal yang sama. Ketentuan seperti itu hanya berlaku bagi Allah. Allah bisa saja melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya, termasuk bersumpah dengan zat-Nya atau dengan ciptaan-Nya. Pertanyaannya adalah, mengapa Allah hanya memilih dan menetapkan sebagian saja dari ciptaan-Nya, tidak semuanya, dan mengapa obyek-obyek tertentu yang dipilih, bukan yang lain? Tentu saja hal tersebut mempunyai tujuan dan maksud tertentu. Karena itu, pertanyaan lanjutannya yang perlu segera mendapatkan jawaban adalah, apakah hikmah di balik pilihan Allah terhadap sebagian makhluk-Nya untuk digunakan sebagai obyek dalam sumpah-Nya?
Ibn Abi al-Ishba, juga Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menjelaskan : wa aqsamuhu ta’ala bi ba’dhi makhluqatihi dalilu ’ala adhimi ayatih, bahwa sumpah-sumpah Allah dengan (menyebut) sebahagian makhluknya menunjukkan bahwa makhluk tersebut termasuk tanda-tanda kekuasaan-Nya yang penting/agung. Dalam kata lain, hal yang disebut dalam posisi muqsam bih itu memang sesuatu yang amat penting yang perlu diperhatikan dan diapresiasi oleh manusia yang merupakan mitra bicara Allah dalam sumpah-Nya.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari beberapa uraian mengenai aqsam dalam al-Quran dari berbagai aspek, maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.   Ilmu Aqsamil Qur’an adalah salah satu dari ilmu-ilmu tentang al-Qur’an yang mengkaji tentang arti, maksud, hikmah, dan rahasia sumpah-sumpah Allah yang terdapat dalam al-Qur’an.
2.   Jenis qasam dalam  al-Qur’an  ialah qasam dhahir, yaitu qasam yang  adat qasamnya  disebutkan bersama dengan muqsam  bihnya, Qasam mudlmar,  yakni qasam yang  adat qasam dan muqsam bihnya tidak disebutkan, tetapi ia ditunjukkan oleh lam taukid yang masuk ke dalam jawab qasam.
3.   Adapun fungsi aqsamil qur’an ialah:
a.   Menghilangkan keraguan
b.   Melenyapkan kesalahpahaman
c.   Menegakkan hujjah
d.   Menguatkan khabar
e.   Menetapkan hukum dengan cara yang paling sempurna

B.     Saran
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan penulis, demikianlah makalah ini kami buat. Kesempurnaan hanyalah ada pada Allah SWT. Oleh karena itu, sudah pasti makalah ini memerlukan kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman demi lebih baiknya karya kami selanjutnya. Selamat membaca dan semoga bermanfaat. Amin.


DAFTAR PUSTAKA


Al-Qattan, Manna’ Khalil. Mabahitsu fi Ulumil Qur’an (Studi Ilmu-ilmu Qur’an), (Jakarta: PT Halim Jaya, 2009)
Al-‘Utsaimin, Muhammad bin Shaleh. Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,  2000)
Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
Buchori, Didin Syaefuddin. Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an. (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005)


[1] Didin Syaefuddin Buchori. Pedoman Memahami Kandungan Al-Qur’an. (Bogor: Granada Sarana Pustaka, 2005)hal. 180.
[2] Manna’ Khalil Qathan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj…, hal. 420.
[3] Nashruddin Baidan. Wawasan Baru Ilmu Tafsir, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal.  213
[4] Muhammad bin Shaleh Al-‘Utsaimin. Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,  2000), hal. 205

2 komentar:

Populer :