BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan
merupakan suatu sistem yang teratur dan mengemban misi yang cukup luas
yaitu segala sesuatu yang bertalian dengan perkembangan fisik, kesehatan,
keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial sampai kepada masalah
kepercayaan atau keimanan. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah sebagai suatu
lembaga pendidikan formal mempunyai suatu muatan beban yang cukup berat dalam
melaksanakan misi pendidikan tersebut. Lebih-lebih kalau dikaitkan dengan
pesatnya perubahan zaman dewasa ini yang sangat berpengaruh terhadap anak-anak
didik dalam berfikir, bersikap dan berperilaku, khususnya terhadap mereka yang
masih dalam tahap perkembangan dalam transisi yang mencari identitas diri.
Pendidikan
yang sangat dibutuhkan saat ini adalah pendidikan yang dapat mengintegrasikan
pendidikan karakter dengan pendidikan yang dapat meng-optimalkan perkembangan
seluruh dimensi anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan
spiritual). Pendidikan dengan model pendidikan seperti ini berorientasi pada
pembentukan anak sebagai manusia yang utuh. Kualitas anak didik menjadi unggul
tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam karakternya. Anak yang
unggul dalam karakter akan mampu menghadapi segala persoalan dan tantangan
dalam hidupnya. Ia juga akan menjadi seseorang yang lifelong learner.
Pada saat menentukan metode pembelajaran yang utama adalah menetukan kemampuan
apa yang akan diubah dari anak setelah menjalani pembelajaran tersebut dari
sisi karakternya. Apabila kita ingin mewujudkan karakter tersebut dalam
kehidupan sehari-hari, maka sudah menjadikan kewajiban bagi kita untuk
membentuk pendidik sukses dalam pendidikan dan pengajarannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana
pengertian pendidikan karakter?
2. Bagaimana
fungsi dan tujuan pendidikan karakter?
3. Bagaimana
konsep pendidikan karakter?
4. Bagaimana
prinsip-prinsip pendidikan karakter?
5. Apa
saja komponen pendukung dalam pendidikan karakter?
6. Bagaimana
penerapan pendidikan karakter?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Karakter
Dalam
dunia pendidikan, terdapat dua istilah yang hampir sama bentuknya, yaitu
paedagogie dan
paedagogiek.
Paedagogie artinya pendidikan,
sedangkan
paedagogiek berarti ilmu pendidikan. Pedagogik atau ilmu
pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang
gejala-gejala perbuatan mendidik. Pedagogik berasal dari kata Yunani
paedagogia
yang berarti pergaulan dengan anak-anak.
Kata
karakter berasal dari bahasa latin kharakter, kharassein, kharax,
dalam bahasa Inggris character dan Indonesia “karakter”, Yunani character,
dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam. Dalam kamus
Poerwadaminta, karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan,
akhlak dan budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan
menurut Kamus Bahasa Indonesia karakter diartikan sebagai watak, tabiat,
pembawaan, kebiasaan.
Dalam
perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie, berarti bimbingan atau
pertolongan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.
Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang
atau kelompok lain agar menjadi dewasa untuk mencapai tingkat hidup atau
penghidupam lebih tinggi dalam arti mental.
Sedangkan karakter menurut Pusat
Bahasa Kementerian Pendidikan, adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi
pekerti, perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen dan watak. Sementara
itu, yang disebut dengan berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat dan berwatak.
Pendidikan
karakter adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui
pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seserorang
yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang
lain, kerja keras, dan sebagainya.
Lebih
lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan guru, yang mampu memperngaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku
guru, cara guru bebicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi,
dan berbagai hal terkait lainnya.
Jadi,
Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai
karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran
individu, tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai,
baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, linkungan,
maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.
B. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah
pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara
utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui
pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan
dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta
mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam
perilaku sehari-hari. Pendidikan karakter pada tingkatan institusi
mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah
merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata
masyarakat luas.
Sahrudin
dan Sri Iriani berpendapat bahwa pendidikan karakter bertujuan membentuk
masyarakat yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran,
bergorong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, serta berorientasi
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa
kepada Tuhan yang Maha Esa sekaligus berdasarkan Pancasila.
Pendidikan
karakter memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
- Mengembangkan potensi dasar peserta didik agar ia tumbuh
menjadi sosok yang berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.
- Memperkuat dan membangun perilaku masyarakat yang
multikultur.
- Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif
Fungsi dan
tujuan pendidikan karakter itu sendiri itu dicapai apabila pendidikan karakter
dilakukan secara benar dan menggunakan media yang tepat.
C. Konsep Pendidikan Karakter
1. Konsep
Pendidikan Karakter dalam Agama Islam
Konsep dasar pendidikan karakter identik
dengan pendidikan akhlak. Kata akhlaq bentuk jamak dari khuluq yang
menurut bahasa diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Rumusan
pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik
antara Khaliq dan makhluk serta antara makhluk dan makhluk. Kata ini
bersumber dari kalimat yang tercantum dalam Al-Quran surah al-Qalam ayat 4.
Artinya : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung.”
Dari penjelasan di atas dapat
digarisbawahi bahwa pendidikan karakter dan pendidikan akhlak memiliki kesamaan
yaitu untuk menjadikan manusia lebih baik. Pendidikan karakter bersumber pada
nilai-nilai kebaikan universal (nilai-nilai kehidupan yang baik atau buruknya
diakui oleh seluruh umat manusia), dan pada dasarnya ajaran Islam adalah agama
yang mengandung nilai-nilai universal yang
dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
Dengan demikian maka pendidikan akhlak
bisa dikatakan sebagai pendidikan karakter atau pembentukan karakter sesuai
dengan nilai-nilai Islam yang bersumber pada ajaran Islam yang universal (al-Qur’an
dan Hadist).
Konsep pendidikan karakter dalam agama
Islam bersumber pada al-Qur’an dan Hadis. Berbagai karakter yang harus dimiliki
oleh kaum Muslimin baik menurut al-Qur’an maupun Hadis antara lain:
a. Bersilaturahmi, menyambung komunikasi
Al-Hadis: Barang
siapa ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia
bersilaturahmi. (HR Bukhari Muslim dari Anas)
b. Berkomunikasi
dengan baik dan menebar salam
Al-Qur’an: Serulah
manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan
debatlah (berdiskusilah) kamu dengan mereka menurut cara yang lebih baik.
(QS. An-Nahl: 125)
c. Jujur,
tidak curang, menepati janji dan amanah.
Al-Qur’an: Celakalah orang-orang yang curang
dalam timbangan/takaran. (QS. Tathfif: 1)
d. Berbuat adil, tolong menolong, saling mengasihi, dan saling
menyayangi.
Al-Qur’an: Sesungguhnya
Allah memerintahkan berbuat adil, baik dan member bantuan kepada kerabat.
(QS. An-Nahl: 90)
e. Sabar
dan optimis
Al-Qur’an: Dan
bersabarlah, sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan orang yang berbuat
kebaikan. (QS. Hud: 115)
f. Kasih sayang dan hormat pada orang tua
Al-Qur’an: Dan
Kami wasiatkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada orang tuanya. (QS.
Al-Ankabut: 8)
g. Berkata
benar, tidak berdusta
Al-Qur’an: Sangat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan. (QS. Shaff: 3)
h. Selalu bersyukur
Al-Qur’an: Allah
tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan ber-iman. Dan Allah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui. (QS. An-Nisa’: 147)
Al-Hadis: Tidak
termasuk bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia
(menghargai dan membalas kebaikannya). (HR Turmudzi)
i. Tidak sombong dan angkuh
Al-Qur’an: Dan
janganlah kamu memalingkan muka (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka
bumi dengan angkuh.Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membanggakan diri. (Q.S luqman: 18)
j. Teguh
hati, tidak berputus asa
Al-Qur’an: Sesungguhnya
yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang kafir. (Q.S. Yusuf:
87)
k. Punya rasa malu dan iman
Al-Hadis: Malu
dan iman selalu berkumpul bersama, maka kalau yang satu lenyap, lenyap pulalah
yang lain. (H.R Abu Na’im dari Abu Umar)
l. Berkata
yang baik atau diam
Al-Hadis: Barang
siapa benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia berkata yang
baik atau diam. (H.R. Bukhari dan Muslim)
m. Konsisten,
istiqomah
Al-Qur’an: Sesungguhnya
orang-orang yang berkata Tuhan kami Allah dan beristiqamah (konsiten), maka
tiada ketakutan bagi mereka. (Q.S. Al-Ahqaf: 13)
n. Bertanggung
jawab
Al-Qur’an: Apakah
manusia itu akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? (QS. Qiyamah: 36)
o. Berbuat
jujur, tidak korupsi
Al-Qur’an: Janganlah
kamu makan harta sesamamu dengan cara yang tidak benar. (QS. Al-Baqarah:
188)
Implementasi Pendidikan karakter dalam
Islam tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah saw. Dalam pribadi Rasul,
bersemai nilai-nilai karakter yang mulia dan agung. Allah berfirman dalam
Al-Quran surah al-Ahzab ayat 21:
Artinya :“Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
2. Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Dalam rumusan definisi tersebut, secara jelas tersurat tentang
adanya konsep penanaman pendidikan karakter.
Jika dipahami lebih jauh, dalam UU ini
sudah mencakup pendidikan karekter. Dalam kalimat terakhir dari defenisi
pendidikan dalam UU tentang Sisdiknas ini, yaitu memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Selain bagian dari defenisi pendidikan
di Indonesia, bagian kalimat tersebut juga menggambarkan tujuan pendidikan yang
mencakup tiga dimensi. Yaitu dimensi ketuhanan, pribadi dan sosial. Artinya,
pendidikan bukan diarahkan pada pendidikan yang sekuler, bukan pada pendidikan
individualistik, dan bukan pula pada pendidikan sosialistik. Tapi dari defenisi
pendidikan ini, pendidikan yang diarahkan di Indonesia itu adalah pendidikan
mencari keseimbangan antara ketuhanan, individu dan sosial.
Selain tergambar jelas dalam Undang-Undang
Sisdiknas, konsep pendidikan karakter juga dirumuskan dalam Sarasehan Nasional
Pendidikan Budaya dan Karakter yang dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 14
Januari 2010. Hasil pertemuan tersebut merumuskan hal-hal sebagai berikut:
a. Pendidikan
budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari
pendidikan nasional secara utuh.
b. Pendidikan
budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai
proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara
kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
c.
Pendidikan
budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
masyarakat, sekolah, dan orang tua.
Terdapat 18 nilai dalam pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa yang dibuat oleh Diknas, yaitu:
1)
Religius, merupakan suatu sikap
dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama
lain.
2)
Jujur, adalah perilaku yang
didasarkan pada kebenaran, menghindari perilaku yang salah, serta menjadikan
dirinya menjadi orang yang selalu dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
3) Toleransi, suatu tindakan dan sikap yang menghargai pendapat,
sikap dan tindakan orang lain yang berbeda
pendapat, sikap, dan tindakan dengan dirinya.
4)
Disiplin, suatu tindakan tertib
dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang harus dilaksanakannya.
5)
Kerja keras, suatu upaya yang
diperlihatkan untuk selalu menggunakan waktu yang tersedia untuk suatu
pekerjaan dengan sebaik-baiknya sehingga pekerjaan yang dilakukan selesai tepat
waktu.
6)
Kreatif, berpikir untuk
menghasilkan suatu cara atau produk baru dari apa yang telah dimilikinya.
7)
Mandiri, kemampuan melakukan
pekerjaan sendiri dengan kemampuan yang telah dimilikinya.
8)
Demokratis, sikap dan tindakan
yang menilai tinggi hak dan kewajiban dirinya dan orang lain dalam kedudukan
yang sama.
9)
Rasa ingin tahu, suatu sikap dan
tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui apa yang dipelajarinya secara
lebih mendalam dan meluas dalam berbagai aspek terkait.
10) Semangat kebangsaan, suatu cara berfikir, bertindak, dan wawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11) Cinta tanah air, suatu sikap yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi dan politik bangsanya.
12) Menghargai prestasi, suatu sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui
serta menghormati keberhasilan orang lain.
13) Bersahabat/komunikatif, suatu tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul dan bekerjasama dengan orang lain.
14) Cinta damai, suatu sikap dan tindakan yang selalu menyebabkan
orang lain senang dan dirinya diterima dengan baik oleh orang lain, masyarakat
dan bangsa.
15) Senang membaca, suatu kebiasaan yang selalu menyediakan waktu
untuk membaca bahan bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16) Peduli sosial, suatu sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberikan bantuan untuk membantu orang lain dan masyarakat dalam meringankan
kesulitan yang mereka hadapi.
17) Peduli lingkungan, suatu sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan
upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
18) Tanggung jawab, sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan
tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha
Esa.
D. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter
Pendidikan di
sekolah akan berjalan lancar, jika dalam pelaksanaannya memperhatikan beberapa
prinsip pendidikan karakter. Terdapat 11 prinsip yang harus dijalankan untuk
mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, yaitu:
1.
Mempromosikan nilai-nilai dasar etika
sebagai basis karakter.
2.
Mengidentifikasikan karakter secara
komperehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku.
3.
Menggunakan pendekatan yang tajam,
proaktif dan efektif untuk membangun karakter.
4.
Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki
kepedulian.
5.
Memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk menunjukan perilaku yang baik.
6.
Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang
bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik,
membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.
7.
Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada
para peserta didik.
8. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia
pada nilai dasar yang sama.
9.
Adanya pembagian kepemimpinan moral
dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.
10. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karakter.
11. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
Berdasarkan
pada prinsip-prinsip di atas, dapat dikemukakan bahwa program pendidikan
karakter di sekolah perlu dikembangkan dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:
1.
Pendidikan karakter di sekolah harus
dilaksanakan secara berkelanjutan (kontinuitas). Hal ini mengandung arti bahwa
proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang panjang, mulai
sejak awal peserta didik masuk sekolah hingga mereka lulus sekolah pada suatu
satuan pendidikan.
2.
Pendidikan karakter hendaknya
dikembangkan melalui semua mata pelajaran terintegrasi, melalui pengembangan
diri, dan budaya suatu satuan pendidikan. Pembinaan karakter bangsa
dilakukan dengan mengintegrasikan dalam seluruh mata pelajaran, dalam kegiatan
kurikuler pelajaran, sehingga semua mata pelajaran diarahkan pada pengembangan
nilai-nilai karakter tersebut. Pengembangan nilai-nilai karakter juga dapat
dilakukan dengan melalui pengembangan diri, baik melalui konseling maupun
kegiatan ekstrakurikuler, seperti kegiatan kepramukaan dan lain sebagainya.
3.
Sejatinya nilai-nilai karakter tidak
diajarkan dalam bentuk pengetahuan, jika hal tersebut diintegrasikan dalam mata
pelajaran, kecuali bila dalam bentuk mata pelajaran agama yang di dalamnya
mengandung ajaran maka tetap diajarkan dengan proses, pengetahuan (knowing),
melakukan (doing), dan akhirnya membiasakan (habit).
4.
Proses pendidikan dilakukan peserta didik
dengan secara aktif (active learning) dan menyenangkan (enjoy full
learning). Proses ini menunjukkan bahwa proses pendidikan karakter
dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Sedangkan guru menerapkan “tutwuri
handayani” dalam setiap perilaku sesuai yang ditunjukan agama.
E. Komponen Pendukung dalam Pendidikan
Karakter
Sebagaimana
halnya dunia pendidikan pada umumnya, pendidikan mensyaratkan
keterlibatan banyak pihak di dalamnya. Kita tidak bisa menyerahkan tugas
pengajaran, terutama dalam rangka mengembangkan karakter peserta didik,
hanya semata-mata kepada guru. Sebab, setiap peserta didik memiliki latar
belakang yang berbeda, yang ikut menentukan kepribadian dan karakternya. Oleh
karena itu, guru, orang tua maupun masyarakat seharusnya memiliki keterlibatan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena
itu, ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam rangka menjalankan
pendidikan karakter diantaranya sebagai berikut:
a. Partisipasi
Masyarakat
Dalam hal ini, masyarakat meliputi tenaga pendidik, orangtua, anggota
masyarakat, dan peserta didik itu sendiri, semua komponen itu hendaknya dapat
bekerja sama dan membantu memberikan masukan, terutama mengenai langkah-langkah
penanaman karakter bagi peserta didik.
Oleh sebab itu, setiap sekolah yang akan menerapkan pendidikan karakter
bagi peserta didiknya harus memiliki badan khusus yang dibentuk sebagai sarana
komunikasi antara peserta didik, tenaga pendidik, orangtua dan masyarakat.
Badan ini bertugas membicarakan konsep dan nilai-nilai yang diperlukan untuk
mendidik karakter peserta didik.
b. Kebijakan
Pendidikan
Meskipun pendidikan karakter lebih mengedepankan aspek moral dan
tingkah laku, namun bukan berarti sama sekali tidak menetapkan
kebijakan-kebijakan. Sekolah perlu menetapkan landasan filosofi yang tepat
dalam membuat pendidikan karakter, serta menentukkan dan menetapkan tujuan,
visi dan misi, maupun beberapa kebijakan lainnya, hal ini bisa dilakukan dengan
mengadopsi kebijakan pendidikan formal atau kebijakan baru.
c. Kesepakatan
Betapa pun pentingnya dan mendesaknya lembaga pendidikan menerapkan
pendidikan karakter, namun bukan berarti itu ditetapkan secara sepihak. Sekolah
harus mengadakan pertemuan dengan orang tua peserta didik terlebih dahulu
dengan melibatkan tenaga guru dan perwakilan masyarakat guna mencari
kesepakatan-kesepakatan di antara mereka. Pertemuan itu bertujuan memperoleh
kesepakatan definisi pendidikan karakter, fungsi dan manfaatnya, serta cara
mewujudkannya.
d. Kurikulum
Terpadu
Agar tujuan penerapan karakter dapat berjalan secara maksimal, sekolah
perlu membuat kurikulum terpadu di semua tingkatan kelas. Sebab, setiap
peserta didik memiliki hak yang sama untuk mendapatkan materi mengenai
pengembangan karakter. Oleh karena itu, meskipun pendidikan karakter perlu
diperkenalkan sejak dini, namun bukan berarti tidak berlaku bagi peserta didik
yang sudah dewasa. Dan, salah satu cara penerapannya adalah pemberlakuan
kurikulum terpadu dengan semua mata pelajaran.
e. Pengalaman
Pembelajaran
Pendidikan karakter sebenarnya lebih menitikberatkan pada pengalaman
daripada sekedar pemahaman. Oleh karena itu, melibatkan peserta didik dalam
berbagai aktivitas positif dapat membantunya mengenal dan mempelajari kenyataan
yang dihadapi. Pelayanan yang baik oleh seorang guru berupa kerja sama,
pendampingan, dan pengarahan optimal, merupakan komponen yang perlu diberlakukan
secara nyata. Sebab, hal itu akan memberikan kesan positif bagi peserta didik
dan mempengaruhi cara berpikirnya sekaligus karakternya
f. Evaluasi
Guru perlu melakukan evaluasi sejauhmana keberhasilan pendidikan
karakter yang sudah diterapkan. Evaluasi dilakukan tidak dalam ragka
mendapatkan nilai, melainkan mengetahui sejauhmana peserta didik mengalami
perilaku dibandingkan sebelumnya.
Dalam hal ini, guru harus mengapresiasi setiap aktivitas kebaikan
yang dilakukan peserta didik, kemudian memberinya penjelasan mengenai akibat
aktivitas tersebut dalam pengembangan karakternya.
g. Peran
Orang Tua
Untuk mendukung keberhasilan, pihak
sekolah hendaknya meminta orangtua peserta didik untuk ikut terlibat memberikan
pengajaran karakter ketika peserta didik berada di rumah. Bahkan, sekolah perlu
memberikan gambaran umum tentang prinsip-prinsip yang diterapkan di sekolah dan
di rumah, seperti aspek kejujuran, dan lain sebagainya.
Tanpa melibatkan peran orangtua di
rumah, berarti sekolah akan tetap kesulitan menerapkan pendidikan karakter
terhadap peserta didik. Sebab, interaksinya justru lebih banyak dihabiskan di rumah
bersama keluarga.
h. Pengembangan
Staf
Perlu disediakan waktu pelatihan dan pengembangan bagi para staf di
sekolah sehingga mereka dapat membuat dan melaksanakan pendidikan karakter
secara berkelanjutan. Hal itu termasuk waktu untuk diskusi dan pemahaman dari
proses dan program, serta demi menciptakan pelajaran dan kurikulum selanjutnya.
Perlu diingat bahwa semua pihak di sekolah merupakan sarana yang perlu
dimanfaatkan untuk membantu menjalankan pendidikan karakter
i. Program
Program kependidikan karakter harus dipertahankan dan diperbaharui
melalui pelaksanaan dengan perhatian khusus pada tingkat komitmen yang tinggi
dari atas, dana yang memadai, dukungan untuk koordinasi distrik staf yang berkualitas tinggi, pengembangan profesional
berkelanjutan dan jaringan, serta dukungan sistem bagi guru yang
melaksanakan program tersebut
F. Penerapan Pendidikan Karakter
Penerapan
pendidikan karakter sebaiknya dimulai sejak usia anak-anak (golden age),
karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan
potensinya. Oleh karena itu, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dalam
lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan awal bagi pertumbuhan anak.
Pembentukan
karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (
knowing), pelaksanaan (
acting),
dan kebiasaan (
habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja.
Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai
dengan pengetahuaanya jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan
kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasan diri.
Dengan demikian diperlukan tiga komponen
yang baik yaitu
moral knowing (pengetahuan tentang moral),
moral
feeling atau perasaan (penguatan emosi), dan
moral action (perbuatan
bermoral). Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain
yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami,
merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidikan karakter adalah
sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang
mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, serta adanya
kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan, diri
sendiri, sesama manusia, linkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan
kamil.
2. Fungsi pendidikan karakter
antara lain: (1) mengembangkan potensi dasar peserta didik agar ia tumbuh
menjadi sosok yang berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik, (2)
memperkuat dan membangun perilaku masyarakat yang multikultur, (3) meningkatkan
peradaban bangsa yang kompetitif.
Tujuan pendidikan karakter:
membentuk masyarakat yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergorong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, serta
berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semuanya dijiwai oleh iman
dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sekaligus berdasarkan Pancasila.
3. Konsep pendidikan karakter
dalam Islam yaitu pembentukan karakter sesuai dengan nilai-nilai Islam yang
bersumber pada ajaran Islam yang universal (al-Qur’an dan Hadist).
Konsep pendidikan karakter
di Indonesia mencakup tiga dimensi. Yaitu dimensi ketuhanan, pribadi dan
sosial.
4. Prinsip-prinsip pendidikan
karakter: (1) harus dilaksanakan secara berkelanjutan, (2) diaplikasikan pada
semua mata pelajaran yang relevan, (3) tidak hanya diajarkan dalam bentuk
pengetahuan saja tetapi dilaksanakan dan dibiasakan, (4) dilaksanakan secara
aktif dan menyenangkan.
5. Komponen pendukung dalam
pendidikan karakter: (1) partisipasi masyarakat, (2) kebijakan pendidikan, (3)
kesepakatan, (4) kurikulum terpadu, (5) pengalaman, (6) evaluasi, (7) peran
orang tua, (8) pengembangan staf, (9) program.
6. Penerapan pendidikan
karakter sebaiknya dimulai sejak usia anak-anak dan dimulai dalam lingkungan
keluarga yang merupakan lingkungan awal bagi pertumbuhan anak.
B. Saran
Dengan
berbagai uraian di atas, tentunya tidak lepas dari berbagai kekurangan baik
dari segi isi materi, teknik penulisan dan sebagainya, untuk itu sangat
diharapkan saran maupun kritikan yang membangun dalam perbaikan makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA